Bertemu dengan teman sekelas di pagi hari adalah sebuah bencana yang sering terjadi.
Saat ini Ren telah memasuki gerbang sekolahnya, dia
berjalan ke arah gedung sekolah, lalu berbelok dan melewati gedung sekolah
tersebut, dia berjalan menuju ke sebuah bangunan yang berjauhan dengan gedung
sekolah yang lainnya. Di depan kelas tersebut terdapat lapangan dan di sisi
lainnya terdapat hutan yang sangat lebat, yang sengaja dibuat oleh sang kepala
sekolah untuk memberi warna hijau pada sekolah.
Bangunan tersebut adalah kelas yang digunakan oleh Ren
sejak tahun lalu, bukan karena Ren tidak naik kelas, tapi karena kelas itu
memang khusus dibuat oleh kepala sekolah untuk menampung orang-orang seperti
Ren dan teman-temannya.
Kelas ini memang khusus, karena terdapat kamera CCTV
yang terpasang untuk mengawasi Ren dan teman-temannya saat mereka belajar di dalam
kelas, dan juga terdapat proyektor dan perlengkapan belajar lainnya di dalam
kelas tersebut.
Kelas ini bernama kelas F, yang adalah satu-satunya
kelas F di sekolah ini, yang bahkan tidak ada nomor tahun dalam kelas ini, yang
berarti kelas ini memang khusus untuk Ren dan teman-temannya selama 3 tahun
mereka bersekolah di sini.
Kenapa kepala sekolah membuat kelas khusus seperti ini
untuk Ren dan teman-temannya, jawabannya akan dijelaskan nanti, sekarang kita
akan menjelaskan kenapa Ren dan teman-temannya bisa masuk ke kelas ini.
Ren membuka pintu kelas, dan dia langsung disambut
oleh seorang siswa yang memiliki rambut panjang berwarna hitam mengkilat dan
juga mata besar seperti boneka, dan jangan lupakan bulu mata yang lentik dan
juga bibir yang sensual, belum lagi ditambah kulit putih dan halus miliknya.
Dia benar-benar terlihat cantik.
“Ren, selamat datang! Aku sudah lama menunggumu.”
Suara lembut dan sensualnya menyambut kedatangan Ren
ke dalam kelas.
‘Tenang Ren! Ingat baik-baik Ren, meskipun dia
memiliki kulit putih yang halus dan rambut panjang yang indah, dia adalah
seorang laki-laki!’
Ya, memang benar apa yang dipikirkan oleh Ren tadi,
siswa yang menyambut Ren adalah seorang laki-laki, buktinya sekarang dia mengenakan
celana dan bukannya rok.
Laki-laki yang menyambut Ren tadi bernama Soni
Raphael, jelas sekali kalau dia adalah laki-laki dari namanya, jadi yakinlah
kalau dia adalah seorang laki-laki tulen. Jangan sampai tertipu.
Lalu saat Soni tengah menyambur kedatangan Ren, tiba-tiba
seseorang datang dari dalam kelas dan mendorong Soni ke samping, dan wajah
cantik Soni-pun sukses menabrak dinding kelas yang tepat berada di sampingnya.
(Itu pasti rasanya sakit sekali).
“Yo, Ren. Sudah lama sekali Aku menunggu kedatanganmu!
Ayo kita mulai pertandingan kita hari ini! Aku tidak akan kalah darimu seperti
kemarin. Fire!”
Setelah siswa di depannya mengatakan ‘Fire’, Ren bisa
merasakan kalau tubuh lelaki di depannya mulai terselimuti oleh api yang
berkobar-kobar, menandakan kalau semangatnya saat ini sedang berkobar-kobar.
Ren sudah merasa kegerahan hanya dari melihat semangatnya.
“Hei, Bocah Api! Apa yang kau lakukan!!”
Suara lembut yang tadi dikeluarkan oleh Soni berubah
menjadi suara seorang pria dewasa saat meneriaki pemuda yang ada di hadapannya.
“Soni, ada apa dengan wajahmu? Kenapa bisa sampai
merah begitu?”
Pemuda tersebut menengokan kepalanya ke arah Soni dan
bertanya dengan wajah yang polos, bahkan kepolosannya melebihi seorang bayi
yang baru lahir.
“Memangnya kau pikir ini salah siapa?!”
Soni sekali lagi meneriaki pemuda, yang belakangan
diketahui bernama Raya Suraya, tapi biasa dipanggil Bocah Api oleh teman-teman
sekelasnya, karena semangatnya yang berlebihan sampai-sampai bisa menciptakan Api
di sekujur tubuhnya.
Ren mengabaikan mereka berdua yang masih bertengkar
dan berjalan menuju mejanya, dia kemudian melihat ke arah teman yang
bersebelahan meja dengannya, Ren melihat kalau dia sedang mengerjakan PR-nya,
atau lebih tepatnya sedang menyalin jawaban temannya.
“Hei! Bocah Anjing,
apa kau sedang mengerjakan tugas dari pak guru sok bijak tersebut?”
“Guk! Guk!”
Jawaban itu bukan berasal dari mulut si pemuda di samping
Ren, melainkan dari anak anjing yang berada di atas kepalanya.
“Aku tidak bertanya padamu! Tapi pada tuan jelekmu
tersebut, Anjing jelek!”
“Beraninya kau mengatakan Shiro imutku jelek, itu
adalah perbuatan yang tak termaafkan!”
Pemuda tersebut langsung mengambil kerah baju Ren,
sedangkan Ren hanya menatap heran ke arah pemuda tersebut.
‘Kenapa dia tak marah saat Aku memangilnya Bocah
Anjing dan jelek, tapi dia malah langsung marah saat Aku mengatakan anjingnya
jelek?’
Pikir Ren kebingungan. Sebetulnya ada alasan kenapa
Ren memanggil Bran Tisna, nama pemuda itu, Bocah Anjing, itu karena selain anak
anjing yang bertengger di atas kepalanya, ada juga sekumpulan anjing lainnya
yang berkumpul di sekitar kakinya.
Shiro, Shiroci, Shironi, Shirosa, Shiroyo, Shirogo,
Shiroro, Shirona, Shiroha, dan Shiroku itulah nama-nama Anjing perliharaan
Bran. Ren sendiri heran kenapa Bran menamakan Anjing-anjingnya seperti itu,
padahal setiap anjingnya tidak mirip sama sekali.
“Ya, Aku memang sedang mengerjakan tugas darinya! Lalu
kenapa?”
“Mengerjakan atau mencontek?”
Tanya Ren dengan nada suara yang mengejek.
“Diam Kau! Suaramu itu sangat menjijikan!”
“Wajahmu itu jauh lebih menjijikan dari pada bokong
Pak Guru Semangat!”
Balas Ren tak terima karena suara seksinya, menurut
Ren, dikatakan menjijikan.
~ Sementara itu
Didalam sebuah wc di suatu tempat yang tidak
diketahui, terlihat seorang guru yang sedang ~ya, kau taulah~.
“AOUHH
EAAAUUHH OAAAHHH UUUOOOHHH.”
Racaunya saat dia sedang ~ya, kau taulah~ dengan mimik
wajah yang bisa dikatakan absurd.
“AAUUUHH IIIEEEHH AAAOOOUUH HASYUIIMMM‼”
Orang tersebut langsung menggosok hidungnya yang
sempat bersin tadi.
“Sepertinya ada orang yang sedang memuji bokong
cantikku!”
~ Kembali ke tempat Ren
“Beraninya kau menyamakan wajah artistikku dengan
bokong guru kelebihan bensin tersebut!”
“Wajah artistik apanya, bahkan kamar mandiku jauh
lebih artistik dari pada wajahmu!”
“Yang benar saja, kamar mandi penuh tikus mati begitu
kau bilang artistik!”
“Kenapa kau bisa tahu kamar mandiku banyak tikus
matinya? Jangan-jangan kau mengintip kamar mandiku saat Aku tidak ada!”
Bran langsung menjauhi Ren begitu dia mendengar fakta
mengejutkan tersebut.
‘Aku tak menyangka kalau ucapan asal-asalanku tadi
ternyata benar!’ Pikir Bran sambil meringis jijik.
Sebetulnya bukan keinginan Ren memiliki kamar mandi
dengan banyak tikus mati, tapi setiap kali tikus yang berada di kamar mandi Ren
melihat tampang Ren yang menyeramkan, mereka langsung meninggal begitu saja,
tanpa mengucapkan kata-kata terakhir mereka.
‘Mungkin mereka syok melihat wajahku yang mirip dengan
bintang-bintang hollywood.’ Pikir Ren narsis.
Lalu kenapa Ren tidak membersihkan mereka. Masa
bintang hollywood harus membersihkan tikus mati, jijik tahu.
Lalu kenapa tak menyuruh orang lain saja untuk
membersihkannya, ya karena Ren tidak mempunyai uang untuk memanggil tukang
bersih-bersih. (Masa bintang hollywood tak punya uang, menyedihkan sekali).
Tapi memang begitulah nasib Ren yang memiliki wajah
menyeramkan (Tampan menawan, menurutnya).
Bran kembali ke
tempat duduknya dan kembali mengerjakan (Mencontek) tugasnya.
“Boleh tidak Aku ikutan nyontek... Boleh ya, boleh?”
Kali ini Ren menggunakan jurus rayuan, tapi hal
tersebut malah membuat Bran muak, dia serasa ingin muntah saat melihat tampang
Ren yang sangat menjijikan.
“Hentikan rayuanmu itu, itu sangat menjijikan!”
“Kau mau cari ribut lagi!”
Kali ini Ren menggunakan nada galaknya. (Ini orang
gampang banget berubah suasana hatinya sih ‘-_-).
“Kalau kau ingin menyontek, kau contek saja Liliana
sana, dia pasti akan memberika buku tugasnya dengan senang hati!”
Bran memberi saran kepada Ren. Kemudian Ren
mengalihkan pandangannya ke arah Liliana, seorang gadis cantik berambut perak,
berkulit putih, dan bermata bening, dan jangan lupakan ukuran dadanya yang tak
kalah besar dibandingkan milik Putri, gadis yang kemarin Ren temui.
Dia bagaikan seorang gadis salju, yang akan langsung
mencair begitu disentuh. Tapi Ren justru menghembuskan nafas kekecewaan dan
kembali menatap ke arah Bran.
“Apa kau sudah lupa kebiasaannya saat melihatku!”
Kata Ren sambil kembali menatap ke arah gadis yang
berada di barisan bangku depan, Liliana merasakan tatapan dari arah
belakangnya, jadi dia mengalihkan tatapannya dari buku yang sedari tadi
dibacanya ke arah belakang dan kemudian tatapan matanya bertemu dengan tatapan
mata Ren.
“Yo!”
Kata Ren sambil mengangkat tangan kanannya, menyapa
Liliana. Kemudian gadis yang bernama lengkap Liliana Strom itu langsung memerah
seluruh wajahnya, bahkan rambutnya juga ikutan berwarna merah setelah disapa
oleh Ren.
Akhirnya Liliana yang tak kuat menahan aliran darah di
kepalanya pingsan sambil mengeluarkan darah dari hidungnya, begitulah akhir
dari tuan putri salju kita.
“Kau lihat sendirikan reaksinya saat melihat ke arahku!
Mungkin dia terpesona oleh ketampananku yang tiada duanya!”
“Ya, kurasa kau benar!”
Kali ini Bran menerima fakta tersebut dengan ikhlas,
dan kembali mengerjakan (mencontek) tugasnya.
“Jadi, ayolah pinjamkan Aku buku tugasmu! Aku tahu
kalau kau meminjam buku itu secara diam-diam!”
Bran kembali menatap wajah Ren. ‘Kok, dia tahu Aku
meminjam buku ini secara diam-diam?!’ begitulah isi pikiran Bran saat mendengar
pernyataan dari Ren.
“Kalau kau tidak meminjamkannya, Aku akan membangunkan
si Beruang Hibernasi itu dan kau pasti tahu apa akibatnya!”
Kata Ren sambil menujuk seorang pemuda yang sedang
tidur dengan nyenyaknya di atas lantai, dia bahkan mengenakan bantal di kepalanya.
Ren sendiri heran melihatnya, sebetulnya dia ke sini mau belajar atau tidur
sih?
“Tolong jangan! Kalau kau bangunkan Flan sekarang, dia
bisa menceramahiku dengan ceramah tentang hemat energi serta penderitaan yang
dia terima dari Ibunya, karena dia sering malas-malasan. Jadi kuhomon jangan!”
Flan Hams, nama pemuda yang sedang tertidur dengan
bantal di kepalanya, adalah salah satu siswa jenius, tapi dia juga adalah si
pemalas nomor satu di sekolah ini, belum lagi dia sering berceramah tentang
bagaimana kita harus menghemat energi dengan tidur.
“Maka dari itu, Aku pinjam bukumu, ya?”
Bran dengan terpaksa menganggukan kepalanya.
“Ya, tapi setelah Aku selesai mengerjakan tugasku!”
“YAAAAY!”
Ren melompat-lompat senang, karena dia akhirnya
mendapat contekan dan tak usah bersusah-susah ria memikirkan jawaban PR-nya. Dasar
pemalas. (Pokoknya jangan ada yang meniru kelakukan Ren yang satu ini!).
“Apa yang membuatmu begitu senang Ren? Apakah kau
mendapatkan kesialan lagi pagi hari ini, sama seperti pagi hari kemarin?!”
Tiba-tiba seseorang bertanya dari depan pintu, dan di sana
terlihat seorang gadis, duga Ren (Ren sendiri tidak yakin kalau dia gadis atau
lelaki), yang membawa sebuah palu raksasa dan berdada rata, inilah dua alasan
dari ketidakyakinan Ren, dia juga memiliki rambut pirang pendek (Mungkin
diwarnai, dugaan Ren) dan mata berwarna biru (Mungkin dia pakai Contact Lens,
lagi-lagi dugaan Ren).
“Aatu mungkin jangan-jangan kau sedang mebayangkan dirimu
sedang berkencan denganku? Ah, Ren mesum!”
Kali ini gadis (Mungkin) tersebut mengunakan nada
malu-malu kucingnya, bahkan pipinya juga memerah.
“Hah! Berkencan?! Siapa yang mau berkencan dengan
gadis berdada rata dengan gender yang patut dipertanyakan sepertimu!”
“MATI KAUUUU!!!”
Gadis itu langsung mengayunkan palu raksasanya dengan
mudahnya ke arah Ren dan dampaknya Ren langsung menabrak tembok dan menghancurkan
tembok tersebut. (Kita doakan saja Ren tenang di alam sana).
“Aku ini gadis tulen kau tahu!... ka-kalau tak percaya
kau bisa melihatnya sendiri!”
Kata gadis tersebut dengan diakhiri nada malu-malunya
kembali.
Gadis ini bernama Grace Prance, seorang siswi berdada
rata yang sering disangka laki-laki jika sedang menggunakan setelan celana,
saking tidak adanya tonjolan sedikitpun di dadanya. Ditambah lagi dia memiliki
tenaga super, yang membuat orang-orang di sekitarnya mau tidak mau akan
bertanya-tanya apakah dia benar-benar seorang gadis.
Bran yang baru saja menyaksikan pembantaian secara
langsung hanya bisa mengigil ketakutan dan berdoa atas keselamatan temannya,
bahkan anjing-anjingnya yang sedari tadi berjalan-jalan di sekitar Bran,
langsung berkumpul dan meringkuk ketakutan.
“YOOO, Sayangku kita berjumpa lagi hari ini!!”
Tiba-tiba seorang siswa laki-laki masuk dan langsung
melompat ke arah Grace, kemudian Grace dengan sigap dan tanpa ragu-ragu
sedikitpun langsung mengayunkan palu raksasanya sekuat tenaga ke arah siswa
tersebut.
“MANTAAAAPPPP!!!” teriak siswa tersebut saat dia
melayang di udara, bukannya meringis kesakitan, siswa tersebut malah tersenyum
senang saat dia menerima hantaman dari palu raksasa Grace.
Siswa tersebut bernama Maso Sinter, merupakan seorang
siswa yang mengidap penyakit penyimpangan seksual yang bernama masocist (Suka
disiksa), yang lebih parah lagi dari dirinya adalah dia yang tidak akan
ragu-ragu menerima pukulan sekuat apapun dengan senang hati, meskipun pukulan
itu berasal dari pria penuh otot sekalipun.
Belum sempat keributan tadi selesai, kali ini pintu
kelas kembali terbuka atau bisa dikatakan didobrak dan muncul seorang gadis
yang langsung melihat sekelililing ruang kelas, dia melihat ke semua penjuru
kelas dengan teliti, di tangannya tergengam sebuah pedang kayu.
Gadis yang memiliki rambut hitam pendek agak acak-acak
dan bermata hitam (Kali ini Ren yakin kalau dia adalah seorang gadis, karena
dia bisa melihat dengan jelas dua tonjolan yang sangat besar di dadanya) itu
kemudian mengangguk, lalu berbalik dan berlutut.
“Suasana dalam kelas aman, kau bisa masuk tuanku
tercinta!”
Gadis yang bernama Aliska Inta itu kemudian melaporkan
keadaan di dalam kelas kepada sesorang di luar kelas.
‘Aman apanya? Apa kau tidak melihat mayat Ren dan
Maso?’ pikir Bran sambil melihat kedua temannya yang masih terbujur kaku di lantai.
Dia berdoa dalam hatinya supaya dosa-dosa Ren diampuni oleh tuhan, meskipun
seperti itu percuma saja, karena dia yakin tuhan tidak akan mengampuni dosanya.
Kemudian masuk seorang pemuda tampan, gagah, berkulit
putih, bermata hitam kelam, bergaya rambut hitam modis, dan jangan lupa bibir
seksinya yang sedang menyungingkan sebuah senyuman.
“Selamat pagi semuanyaaa! Sepertinya pagi ini Ren
kembali tergeletak penuh luka seperti biasanya, tampaknya si bodoh kita ini
tidak pernah belajar!”
Kata pemuda tersebut, Alian Fernandes, dengan penuh
nada ejekan ke arah Ren yang masih terbujur kaku.
Ren yang seharusnya masih terbujur kaku, langsung
berdiri dan memasang posisi menantangnya setelah mendengar ejekan Alian.
“Diam kau Alien nyasar!”
“Namaku Aliaaaaannn!!! Alian Fernandes yang tampan,
kaya, keren, pintar dan yang lebih penting lagi...... Aku adalah anak
ibukuuuuu!”
‘Semua orang juga tahu kalau kau adalah anak ibumu.’
Batin semua orang di kelas tersebut bersamaan, kecuali Maso yang masih terbujur
kaku dengan senyuman bahagianya dan Flan yang masih dalam masa hibernasinya.
Mereka sepertinya tidak akan bangun, meskipun keadaan di dalam kelas semakin
memanas.
“Dasar anak mami!” ejek Ren.
“Diam kau anak yang terbuang!” balas Alian.
Terdapat percikan listrik di antara mereka berdua,
mereka saling tatap menatap tanpa berkedip sedikitpun dari pasangannya. Jika
dilihat-lihat lagi, mereka berdua terlihat seperti pasangan kekasih yang sedang
bertengkar. Mereka berdua pasti akan langsung muntah, jika ada orang yang mengatakan
hal itu di depan mereka.
Sekedar info saja, Ren dan Alian sudah bertemu sejak
mereka masih bayi, mereka sering melakukan banyak hal bersama saat mereka masih
bayi, seperti menangis bersama, tidur bersama, makan bersama, bahkan sampai
mengompol bersama.
Mereka berdua juga sudah sering bersaing dari mereka
bayi, seperti lomba siapa yang ngompol paling banyak, nangis yang paling
kencang, menyusu paling banyak, tidur paling lama, makan paling berlempotan,
dan perlombaan lainnya yang tentu saja merepotkan kedua orang tua mereka.
Dan oleh sebab itu mereka berdua dijuluki sebagai
rival abadi sedari bayi dan tak akan terpisahkan meskipun badai melanda.
Julukan yang sangat aneh, bahkan untuk mereka berdua.
“Kyaaa! Alian keren, ayo hajar si preman sekolah itu!”
“Kyaaaah! Alian tampan, ayo habisi si preman pasar
itu!”
“Kyaaaaaahhhhhhh! Alian manis, ayo bunuh si preman
kampungan itu!”
Teriakan itu berasal dari tiga orang siswi penggemar
sejati Alian, mereka bernama Nana, Nini, dan Nunu. Mereka sering dijuluki The
Sisters, karena namanya dan sifat mereka yang hampir sama, bukan karena wajah
mereka yang mirip. Kalau soal wajah, mereka bertiga sama sekali tidak mirip
satu sama lain dan juga mereka tidak mempunyai hubungan darah sedikitpun.
Warna kulit dari Nana, Nini, dan Nunu secara berurutan
adalah putih, coklat, dan hitam. Sedangkan tinggi badan dari Nana, Nini dan
Nunu adalah 160, 165, dan 175 cm. Sedangkan untuk ukuran dada mereka semua
memiliki ukuran yang sama, mungkin ini juga yang menjadi alasan mengapa mereka
dijuluki The Sisters.
“BISAKAH KALIAN TIDAK MEMANGGILKU PREMAAAAANNNN!!?”
Teriak Ren dengan penuh emosi yang bergejolak, yang
membuat ketiga gadis itu saling berpelukan.
“Kyaaaa! Preman itu ingin melihat tubuhkuuu!”
“Kyaaaaaah! Preman itu ingin meraba-raba tubuhkuuu!”
“Kyaaaaaaahhhhh! Preman itu ingin memperkosa
tubuhkuuu!”
Teriak Nana, Nini, dan Nunu secara bergiliran.
“SIAPA JUGA YANG MAU MELAKUKAN HAL ITU KEPADA
KALIAAAAAANNNNNN!!!”
Teriak Ren masih dalam emosinya yang bergejolak. Dia
benar-benar tidak tahan dengan terikakan mereka bertiga yang sangat menyebalkan
di telinganya.
“Tenang Ren, Aku pasti akan selalu mendukungmu!”
“Tenang saja teman, Aku akan selalu memberiakn
semangat padamu. Fireeee!”
Tiba-tiba di belakang Ren muncul si Pria Cantik Soni
dan si Bocah Api Raya, yang telah menyelesaikan pertengkaran mereka di awal
tadi.
‘Sejujurnya Aku tidak ingin orang seperti kalian
mendukungku!’ Batin Ren, yang kalau sampai didengar oleh kedua orang di
belakangnya pasti akan membuat mereka berdua sangat kecewa. Padahal sudah bagus
ada yang mau mendukungnya, tapi malah ditolak, dasar tak punya rasa syukur.
Brakkk!
Pintu kembali dibuka dengan sangat keras dan membuat
semua orang di dalam kelas tersebut melihat ke arah sumber suara.
Di sana berdiri seorang siswa berwajah tenang dan
terkesan datar, dia kemudian berjalan dengan tenang ke arah tempat duduknya,
sedangkan teman-teman sekelasnya hanya memandangnya sampai dia duduk.
Kemudian siswa itu, yang diketahui bernama Doni wilyam,
mengeluarkan sebuah buku yang ‘mencurigakan’. Kemudian dia membuka halaman dari
buku tersebut.
Crooottt
Kemudian dia pingsan dengan darah yang menyembur dari
hidungnya.
“Dasar mesum! Kenapa kau masih membawa buku laknat
ituuuu!?” Teriak Ren kepada siswa tersebut yang sekarang sedang pingsan di kubangan
darah.
“Dan kenapa kau sudah mimisan padahal baru halaman pertama!
Kalau kau tidak kuat melihatnya mendingan buatku saja!” kata Bran yang kemudian
mengambil buku tersebut (Majalah Dewasa) dan mengamankannya di dalam tasnya.
Yang lainnya hanya bisa melihat ke arah Bran dengan
pandangan yang sulit diartikan.
“Ada apa?” tanya Bran yang menyadari tatapan
teman-temannya.
‘Kau ternyata sama mesumnya dengan dia.’ batin para
siswi di sana.
‘Aku juga mau, jangan ambil buat dirimu sendiri, dasar
Bocah Anjing!’ yang ini batin para siswa yang otaknya memang pada mesum.
Braakk!
Sekali lagi pintu yang malang tersebut terbuka dengan
suara yang keras, dan berdirilah sorang siswa dengan badan tegap sambil membawa
sebuah senjata api laras panjang.
“SELAAAMAAAAT PAGIIIII SEMUAAAAA!!!”
Kata orang itu, menyapa semua orang di dalam kelas.
“Bagus sekali! Sepertinya para anak buahku datang
lebih pagi dariku, bagus! Bagus!”
‘Itu karena kau yang sering datang kesiangan dan lagi
siapa juga yang anak buahmu!?’ batin semua orang yang ada di dalam kelas
tersebut, tentu saja kecuali orang-orang yang masih pinsan dan berhibernasi
(Liliana, Maso, Doni, dan Flan).
Siswa tersebut yang memiliki papan nama (Hanya dia
yang memakai papan nama di dadanya) bertuliskan KomLetMayJen (Komandan Letnan Mayor
Jendral) Haryono Sudarsana yang juga merupakan ketua kelas tersebut. Dia kemudian
berjalan menuju tengah kelas dan mengatakan sesuatu dengan suara tegas.
“Sekarang kalian duduk di tempat kalian atau Aku akan
menembak kalian!”
Kemudian dia menekan pelatuk pada senjata apinya, tapi
bukannya peluru yang keluar melainkan sebuah suara musik yang biasanya ada pada
mainan anak-anak.
‘Ternyata itu hanya senjata mainan!’ batin semuanya,
kecuali yang masih pingsan dan yang berhibernasi.
Kemudian pintu kembali terbuka, tapi kali ini secara
pelan-pelan. Kemudian masuklah seorang anak kecil (Sebetulnya dia berusia sama
dengan Ren dan kawan-kawan).
“Tony Suhendra, tampaknya kau telat hari ini!”
Kata Haryono sambil mendekat ke arah anak tersebut,
Tony, dan membuatnya merinding ketakutan.
“Ma-maaf, Aku tidak a-akan me-mengulanginya lagi!”
kata Tony dengan nada ketakutan.
“Tidak ada kata maaf! Sebagai hukumannya, kau harus
duduk di samping Ren dan kau harus terus menatap wajahnya!”
‘Kenapa harus menatap wajahku?’ batin Ren kebingungan.
“Tolooong! Hukum Aku apa saja, asalkan jangan duduk di
samping Ren, apalagi menyuruhku untuk menatap wajahnya yang menyeramkan!” kata
Tony sambil menangis penuh ketakutan.
‘Memangnya wajahku seseram itu?’ Batin Ren, yang
sedang meratapi wajahnya yang menyeramkan. Ternyata dia juuga sadar wajahnya
sebenarnya menyeramkan.
“KENAPA AKU HARUS MASUK KE DALAM KELAS ANEH
INIIIIII!!!!”
Teriak Ren dengan suara yang sangat keras. Dia
benar-benar kesal dengan kelakuan teman sekelasnya.
“““ITU KARENA KAU JUGA SAMA ANEHNYAAAAA!!!”””
Teriak balik semua teman sekelasnya padanya dengan
suara yang lebih kencang dari Ren. Bahkan teriakan itu sampai bisa membangunkan
orang-orang yang sedang pingsan, seperti Liliana, Maso, dan Doni. Bahkan sang
raja hibernasi, Flan, ikut terbangun karena teriakan tersebut.
Tapi yang lebih menyedihkan lagi bagi Ren adalah dia
yang tak bisa membalas kata-kata teman-teman sekelasnya. (Nyadar juga kalau dia
juga sama anehnya dengan teman sekelasnya yang lain).
“Kalian ini sudah membuang-buang energi di pagi hari...
apa kalian tahu kalau teriakan kalian
itu termasuk pemborosan suara? Kalian seharusnya mengatur volume suara kalian
secukupnya saja. Jangan berlebihan seperti tadi!”
Kata Flan memulai ceramahnya tentang hemat energi,
tapi tidak ada yang mendengarkan, karena mereka sudah bosan mendengarkan
ceramahnya yang sangat tidak berguna.
Sekarang kalian pasti mengerti kenapa Ren dan teman-temannya di masukan ke dalam kelas tersebut, tentu saja itu karena mereka semua adalah orang-orang aneh yang harus dijauhkan dari orang-orang normal agar tidak menulari mereka dengan sifat buruk mereka. Sebagai tambahan, Ren dan sebagian besar anggota kelas F lainnya, sangat tidak suka mereka diperlakukan sama dengan teman sekelasnya.
Sebelumnya | ToC | Selanjutnya