Melindungi Tuan Putri bersama Orang-orang Aneh di Kelas yang Aneh dari Serangan Yakuza - Bab 8

Mengerjakan tugas sambil menunggu kedatangan guru yang telat adalah bencana yang sangat menyiksa.


“Ren... apakah kau tahu jawaban dari soal nomor satu?”

“Kau bahkan belum mulai mengerjakan satu soalpun, tapi kau malah bertanya padaku! Kau harusnya berpikir sendiri!”

“Lalu kenapa kau menyontek pada gadis yang duduk di sebelahmu itu!?”

“Dia mau memberikan jawabannya padaku, jadi sangat disayangkan jika Aku menolaknya!”

“Itu jelas sangat curang, dasar Iblis sialan!”

Bran dengan kesusahan sedang mencoba mencari contekan dari teman sekelasnya yang lain, sedangkan Ren dengan santainya hanya melihat pada jawaban yang telah diisi oleh Putri pada buku soalnya. Ren melakukan itu bukan karena dia tidak tahu jawaban dari soal di bukunya, tapi karena dia malas berpikir. Kalau dia masih bisa mencontek, kenapa juga dia harus memikirkan sendiri jawabannya. Itulah motto yang dipegang oleh Ren selama ini. (Anak baik seharusnya tidak boleh mencontoh semua sifat Ren).

“Hei... apakah ada yang tahu siapa yang menemukan benua amerika?”

“Yang jelas, itu bukan Aku!”

“Aku tidak bertanya padamu, Bran!”

“Kurasa Grace tahu jawabannya!”

“Kalau kau ingin meminta jawaban dariku, maka Aku akan meminta darah darimu!

Semua orang yang mendengar perkataan dari Grace langsung memegangi leher mereka. Mereka tidak akan pernah mendekati Grace lagi seumur hidup mereka. Itulah yang mereka pikirkan saat mereka menatap Grace.

“Hei! Aku bukan vampir, maksudku dengan meminta darah kalian adalah Aku akan langsung membunuh kalian, jika kalian berani mencontek padaku!”

“““BUKANKAH ITU JAUH LEBIH MENGERIKAN DARI SEKEDAR MENGHISAP DARAH!”””

Sebetulnya ada apa dengan kelas ini!? Kenapa setiap orang yang masuk ke kelas ini bisa mengatakan sesuatu seperti membunuh dengan mudahnya!? Ren benar-benar tidak habis pikir dengan kelas yang dia masuki. Sebetulnya siapa yang membuat kelas ini menjadi mengerikan seperti ini. (Dia tidak sadar kalau dirinyalah yang membuat kelas ini menjadi separah ini).

“Lalu bagaimana dengan soal ini... 10 + 10 – 10 = 0... berapa banyakkah angka 100 dalam soal itu?... apa ada yang tahu jawaban dari soal itu?”

“Bukankah jawabannya sudah jelas adalah 0, karena tidak ada angka 100 di soal itu!”

“Tidak juga... perhartikan bagian akhir, yaitu 10 = 0... kalau kita menghilangkan tanda = di soal itu, maka kita bisa mendapatkan angka 100!”

“Kau benar... jadi jawabannya adalah 1... benar, kan?”

“Benar... oh, iya... sebenarnya itu soal nomor berapa? Aku tidak melihat soal itu di buku soalku?”

“Itu soal nomor 10 dalam buku ini... permainan teka-teki untuk anak kurang kerjaan!”

“““BUKANKAH KAU SEHARUSNYA MENGERJAKAN SOAL DI BUKU SOALMU, BUKANNYA MALAH BERMIAN TEKA-TEKI TIDAK JELAS‼!””””

Semua teman sekelasnya tidak mengerti dengan isi kepala si bocah mesum itu. Dia memang tidak sedang membaca majalah dewasa, tapi dia sekarang malah membaca buku teka-teki yang tidak jelas dan bukannya buku soal yang diberikan si Gorila itu. Apakah dia tidak takut dengan si Gorila itu? Bahkan Ren masih ingat saat Gorila itu berhasil mengalahkan semua siswa di kelas F, padahal dia telah dikepung dari berbagai sudut oleh mereka semua.

Ren kemudian kembali fokus pada soal yang telah diisi oleh Putri. Dia tahu apa resiko yang akan dia dapatkan, jika dia terus menyontek pada si Gadis Siluman itu, tapi dia bisa memikirkan cara untuk lolos dari cangkramannya nanti, yang terpenting saat ini baginya adalah menyelesaikan semua soal yang ada di buku yang sangat tebal ini dan selamat dari amukan si Gorila yang sangat jelek dan menyebalkan itu.

“Hei, Ren... bagaimana jika kita membuat peraturan di sini?”

“Apa itu?”

“Bagaimana jika kau mencontek satu soal, maka Aku boleh mendengarkan satu hal memalukan darimu!”

“Begitukah, Aku mengerti.... Liliana, apakah Aku bisa mencontek jawabanmu?!”

Karena dia tidak dapat mencontek Putri, maka dia hanya perlu mencontek pada orang lain. Ren sebetulnya masih ingat dengan kejadian beberapa saat yang lalu dimana Liliana pingsan karena melihat wajahnya, tapi sekarang dia tidak peduli akan hal itu, karena dia hanya perlu menutupi wajahnya dengan topeng yang dibawanya, maka dengan begitu Liliana tidak perlu melihat wajahnya dan juga tidak perlu pingsan lagi. (Pokoknya siapapun yang ingin menjadi anak baik, memang tidak boleh meniru satupun sifat Ren).

Liliana yang baru beberapa saat lalu kembali ke kelas F, tentu saja langsung terkejut dengan kedatangan Ren. Jantungnya langsung berdetak dengan sangat cepat, saat dirinya melihat tubuh Ren. Dia tidak sanggup melihat wajah Ren, karena dia terlalu malu untuk menatap matanya, jadi dia saat ini masih belum menyadari kalau Ren sedang memakai sebuah topeng di wajahnya.

“R-Ren... k-kenapa kau datang ke sini?”

“Aku datang untuk mencontek!”

Terlalu jujur. Ren terlalu jujur dengan tujuannya. Dia dengan terang-terangan mengatakan kalau dia akan mencontek jawaban orang lain. Bahkan teman sekelasnya yang lain juga sangat terkejut dengan kejujurannya. Kenapa bisa seorang Iblis berkata jujur? Itulah yang mereka pikirkan saat mereka menatap Ren yang sedang berjalan menuju tempat Liliana duduk.

Lalu saat mereka menatap Ren, mereka akhirnya menyadari topeng macam apa yang sedang dipakai oleh Ren untuk menutupi wajahnya yang sangat menyeramkan.

“Ada Iblis memakai topeng Iblis!”

“Ini benar-benar kejadian langka!”

“Apakah sekarang seorang Iblis bisa menyamar menjadi Iblis!?”

“KENAPA KALIAN SEMUA SELALU SAJA MEMANGGILKU IBLIS!?”

Karena Ren berteriak dengan sangat kencang, hal itu membuat Liliana mendongakan kepalanya secara refleks dan menatap wajah Ren yang saat ini tertutupi oleh topeng Iblis. Dalam beberapa saat kemudian, Liliana kembali pingsan karena melihat topeng yang sangat menyeramkan itu. (Meskipun topeng itu tak seseram wajah asli Ren, tapi Liliana tetap saja pingsan. Sepertinya Liliana adalah orang yang mudah pingsan).

“““DASAR IBLIS BODOH‼”””

“KENAPA KALIAN SEMUA MENYALAHKAN DIRIKU LAGI!?”

Teman-teman sekelas mereka langsung berhamburan menuju tempat Liliana pingsan. Mereka mencoba sekeras mungkin untuk membuat gadis albino itu kembali membuka matanya, karena kalau tidak, tidak akan ada orang yang memberikan contekan pada mereka. Mereka tidak bisa mengandalkan Grace (karena palu raksasanya selalu siap menghajar siapapun yang mencoba mendekatinya) dan juga Flan (yang akan selalu siap memberikan ceramah tentang hemat energi, jika ada yang ingin menyontek darinya). Jadi satu-satunya orang bisa diharapkan untuk memberikan contekan pada mereka adalah gadis albino yang sedang pingsan itu.

“Ren, kau harus bertanggung jawab!... gara-garamu satu-satunya orang yang bisa memberikan contekan pada kami sudah menghilang!”

“Jangan berkata seperti dia sudah meninggal, Dasar Bocah Anjing yang tidak tahu sopan santun!”

“Lagi pula kenapa kau malah memakai topeng Iblis!? Bukankah wajahmu saja sudah mirip dengan Iblis, jadi kau tidak memerlukan topeng itu lagi, jika kau memang ingin terlihat seperti Iblis!”

“Aku sama sekali tidak ingin terlihat seperti Iblis! Aku memakai topeng ini, karena topeng ini masih lebih tidak menyeramkan dari pada wajah asliku!”

“Be-begitukah... maaf... tapi Aku tidak menyangka kalau kau mau mengakui kalau kau memiliki wajah yang menyeramkan.”

Sebetulnya Ren juga tidak ingin mengakuinya, tapi mau bagaimana lagi. Dirinya memang harus merendahkan harga dirinya yang memang sudah rendah sejak awal, agar dirinya bisa mendapatkan contekan dengan mudah. (Sepertinya Ren memang bisa melakukan apapun untuk mendapatkan contekan).

“Lalu mengapa kau malah memakai topeng Iblis dan bukannya topeng badut... kurasa jika kau memakai topeng badut, kau akan tampak sangat lucu?”

“Kau seharusnya tidak perlu menanyakan itu lagi, Soni... karena topeng apapun yang dipakai Ren pasti akan membuat dirinya menyeramkan!”

“Apa maksudmu dari perkataanmu itu, Alien Sialan!”

“Jangan panggil Aku dengan Alien Sialan, Iblis Sialan!”

Mereka berdua kembali memulai pertengkaran mereka yang biasanya. Sedangkan teman sekelasnya yang lain sedang mencoba membangunkan sumber informasi mereka yang berharga. Mereka harus segera membangunkannya, sebelum waktu habis dan Pak Gorila datang melihat keadaan mereka.

“BISAKAH KALIAN HENTIKAN SEMUA INI! KALAU KALIAN INGIN MENGERJAKAN SOAL, MAKA KERJAKAN DENGAN BENAR‼!”

Karena tidak tahan dengan kelakukan teman sekelasnya, Grace meraung tidak senang pada semua teman sekelasnya yang sedang berkerumun di dekat meja Liliana. Raungannya bahkan sampai membangunkan kembali Liliana yang tadi pingsan, tapi bukan hanya itu yang terjadi, ternyata raungannya tadi juga bisa membangunkan kembali seorang nenek tua yang sedang tertidur di ruang kepala sekolah.

Nenek itu kemudian segera mengecek keadaan di dalam kelas F. Kalau ada seseorang yang berteriak sekencang itu, maka sumbernya pasti dari kelas F. Hal itu sudah tertanam di dalam benak setiap orang yang bersekolah ataupun berkerja di sekolah yang dia pimpin.

“Mereka sepertinya sedang melakukan sesuatu yang menarik, sayang sekali Aku tertidur tadi, jadi Aku tidak sempat menyaksikan hal itu dari awal!”

Si nenek tua mendesah kecewa, karena dia tidak sempat menyaksikan kejadian seru yang terjadi di kelas Ren dan kawan-kawannya berada dari awal. Kenapa juga dia harus tertidur di saat-saat adegan yang paling serus. Lalu tiba-tiba saja si nenek tua mendapatkan ide yang menurutnya sangat bagus. Dia kemudian mendekati sebuah mikropon yang ada di atas meja kerjanya, lalu menyetel sistem siaran khusus miliknya agar hanya speker yang berada di kelas F yang bisa mengeluarkan suaranya.

[Pada semua siswa di kelas F... harap kalian mengulangi semua hal yang kalian lakukan, sebelum Aku tertidur... Aku ulangi, pada setiap siswa di kelas F, Aku ingin kalian melakukan apapun yang kalian lakukan tadi, meskipun kalian harus mengorbankan nyawa kalian!]

“““APA-APAAN DENGAN PENGUMUMAN BARUSAN?!!”””

Ren dan kawan-kawan meraung marah dari dalam kelas mereka. Kenapa mereka harus mengulangi hal yang sangat menyiksakan bagi mereka? Belum lagi, Nenek Tua tadi mengatakan kalau dirinya tertidur. Apakah itu memang yang harus dilakukan oleh seorang petinggi di sekolah ini.

[Ada sedikit tambahan... bagi yang tak mau mengulangi kejadian yang kalian lakukan, maka kalian akan mendapatkan hadiah dariku, yaitu... bagi yang lelaki akan langsung mendapatkan ciuman manis dariku, sedangkan untuk yang perempuan, maka kalian akan melihat secara langsung bagaimana Pak Hari latihan setiap harinya dan juga rekaman ceramah dari Pak Luigi secara gratis!]

Si nenek tua itu sangat yakin kalau dengan begini mereka akan menuruti permintaannya dengan senang hati.

Kembali ke Ren dan kawan-kawan. Mereka semua sedang membayangkan apa yang akan terjadi pada mereka, jika mereka tidak menuruti permintaan dari si Nenek Tua sialan itu. Para lelaki sedang membayangkan diri mereka sedang dicium oleh si Nenek Tua, mereka semua langsung merasa ingin muntah saat mereka membayangkan hal tersebut. Sedangkan para gadis sedang membayangkan diri mereka sedang menonton siaran langsung latihan pagi Pak Hari sambil mendengarkan ceramah tak berguna dari Pak Luigi, mata dan telinga mereka semua sudah terasa sangat sakit, meskipun mereka hanya membayangkan adegan tersebut di dalam dunia khayalan mereka. Mereka semua langsung memikirkan satu hal. Mereka tidak ingin hal itu terjadi pada diri mereka.

Mereka sebetulnya juga tidak ingin mengulangi lagi penderitaan yang telah mereka lewati. Makanya mereka harus memikirkan cara untuk terlepas dari hadiah yang akan diberikan oleh si Nenek Tua itu, lalu mereka melihat ke arah Ren. Meskipun Ren bukan ketua kelas mereka, tapi dialah orang yang selalu memimpin mereka dengan ide-ide liciknya. Dia saat ini pasti sedang memikirkan cara untuk membuat mereka terbebas dari hadiah yang akan diberikan oleh Nenek Tua itu, jika mereka menolak permintaannya.

“Baiklah, para anak buahku yang terkutuk... Aku ingin kalian semua ikut denganku untuk menghancurkan kantor kepala sekolah... jika kita berhasil membunuh si Nenek Tua itu, maka kita tidak akan mengalami penderitaan lagi!”

“““Yaaaaa‼!”””

Semua teman sekelas Ren bersorak dengan semangat.

“TUNGGU DULU KALIAN SEMUA‼ BUKANKAH SEHARUSNYA KALIAN SEMUA MENGIKUTI PERINTAHKU DAN BUKANYA MALAH MENGINCAR NYAWAKU‼!”

Suara teriakan yang menyedihkan terdengar dari kantor kepala sekolah. Kenapa rencana untuk mengancam mereka malah berakhir dengan nyawanya yang menjadi taruhan? Dia tidak pernah sekalipun memikirkan tentang skenario semacam ini seumur hidupnya. Apa yang harus dia lakukan untuk menyelamatkan hidupnya yang telah lebih tipis dari benang?

[Kalau kalian berani datang ke sini, maka Aku akan menyuruh Pak Maman untuk berdiri di depan pintu kepala sekolah sambil bertelanjang dada!]

Si nenek tua yang sedang berada di kantor kepala sekolah dengan cepat mengatakan hal tersebut di mikropon yang berada di dekatnya. Dia berharap kalau hal itu bisa menghentikan niat Ren dan kawan-kawan untuk membunuhnya.

“SEMUANYA! KITA BATALKAN MISI KITA!”

“BAIK‼”

Suara teriakan Ren terdengar dari kelas F. Si nenek tua itu langsung menghela nafas lega, begitu dia mendengar teriakan tersebut. Hampir saja nyawanya melayang, karena hal sepele. Lain kali dia harus lebih memikirkan lagi apa yang sebaiknya dia katakan, jika dia sedang berhadapan dengan Ren dan anak buahnya yang terkutuk itu. Mereka semua sama sekali tidak bisa diremehkan.

Sementara di tempat lain, Pak Maman yang telah selesai menuntaskan kewajibannya (membuang isi perutnya yang telah dicerna ke dalam toilet) langsung mengdesah kesal. Kenapa mereka semua sangat berisik? Sepertinya dia harus memberikan pelajaran tambahan pada mereka semua.

Setelah memikirkan bagaimana caranya membuat mereka semua menyesali perbuatan mereka, Pak Maman segera berjalan dengan langkah yang membuat lantai bergetar ke arah kelas F berada.

Kembali ke tempat Ren dan kawan-kawannya berada. Setelah membatalkan niat mereka untuk menyerbu ke kantor kepala sekolah, karena ancaman dari si Nenek Tua, Ren dan kawan-kawannya kembali duduk dengan tenang di kursi mereka masing-masing. Mereka terlihat sedang fokus dalam mengerjakan soal di buku soal mereka masing-masing. Kenapa mereka sekarang terlihat seperti murid yang rajin? Itu karena perintah dari Ren yang menyuruh mereka melakukan hal tersebut, supaya mereka bisa lolos dari bencana yang sebentar lagi akan mereka hadapi.

“HEI, KALIAN SEMUA! SEPERTINYA KALIAN MELAKUKAN HAL YANG SANGAT MENYENANGKAN TADI!”

Pak Maman masuk ke dalam kelas F sambil meraung. Dia kemudian melihat ke arah ruang kelas yang sangat tenang. Sebetulnya ada apa ini? Kenapa mereka terlihat seperti murid normal? Pak Maman dibuat kebingungan dengan pemandangan di depannya. Pemandangan di depannya sungguh tidak dapat dipercaya olehnya.

“Apa yang sedang kau bicarakan Pak Gorila?”

“Asal kau tahu saja, Pak Gorila... sejak tadi kami terus mengerjakan tugas yang kau berikan!”

“Benar sekali.... kami saat ini sedang sangat fokus mengerjakan tugas kami, jadi kami harap Pak Gorila mau pergi dari sini dan tidak menganggu konsentrasi kami!”

“BISAKAH KALIAN BERHENTI MEMANGGILKU PAK GORILA!?”

Pak Maman menatap curiga pada semua anak muridnya. Mereka saat ini pasti sedang merencanakan sesuatu, makanya mereka bisa bersikap layaknya murid pada umumnya. Sepertinya tidak ada gunanya menebak isi kepala dari para anak muridnya, lebih baik dia mulai saja rencananya.

“Ya, ampun... Aku tidak menyangka kalau kalian akan serajin ini. Padahal kalau kalian tidak suka dengan tugas yang kuberikan, Aku bisa membakar buku tugas kalian, sehingga kalian tidak perlu lagi mengerjakan tugas yang tadi kuberikan pada kalian!”

“““Heee! Benarkah itu?!”””

Mereka benar-benar terlihat sangat senang. Mereka terlalu jujur dengan perasaan mereka. Pak Maman jadi merasa dilema sendiri. Dia akan terlihat seperti guru yang sangat kejam, jika dia menghukum bocah-bocah yang sangat jujur itu dengan hukuman yang paling jahat. Tapi dia juga tahu kalau bocah-bocah itu hanya jujur pada keinginan mereka sendiri saja, atau dengan kata lain selama mereka diuntungkan, mereka akan selalu jujur dengan diri mereka. Jadi dia tidak perlu kasihan dengan mereka. (Lalu untuk apa kau merasa dilema tadi ‘-_-)

“Ya, Aku akan membakar semua buku itu... bersamaan dengan diri kalian!”

“““Heeee! Apa kau ingin membunuh kami, Pak Gorila bodoh!”””

Pak Maman sangat kesal dengan mereka yang memanggilnya Gorila dan bodoh, tapi dia harus menahan perasaannya. Dia harus tetap tersenyum ramah pada mereka dan berpura-pura menjadi guru yang baik (Tapi karena senyumannya itu terlihat sangat menjijikan bagi Ren dan kawan-kawan, jadi hanya dengan melihat senyumnya saja sudah sama dengan hukuman bagi Ren dan kawan-kawan).

“Ayolah, padahal Aku sudah menyiapkan bensin untuk membakar kalian semua... tidak, maksudku untuk membakar buku kalian semua!”

“Kau tadi sudah berkata kalau kau akan membakar kami semua! Jadi kau benar-benar berniat membakar kami semua bersama buku-buku sialan ini!”

“Apakah kau memang sudah berniat membakar kami sejak awal!?”

“Belum lagi kau menggunakan bensin untuk membakar kami. Fire! Kau harusnya menggunakan minyak tanah untuk membakar benda. Fire!”

“Bukan itu masalahnya di sini!”

“Hee! Bukan itu?”

“Tentu saja bukan itu, dasar Bocah Api! Baik dia menggunakan bensin ataupun minyak tanah, kita semua tetap saja akan dibakar olehnya!”

“Tapi Pak Hari pernah mengatakan kalau bensin terbakar lebih cepat dari minyak tanah, karena memiliki titik didih yang lebih kecil dari minyak tanah. Karena itulah kau harus menggunakan minyak tanah untuk membakar sesuatu, karena minyak tanah akan membakar apapun lebih lama dari bensin. Jadi gunakanlah minyak tanah. Fire!”

“Sebetulnya apa yang diajarkan oleh Ayahmu pada dirimu?”

Kenapa sekarang Raya terdengar seperti penjual minyak tanah? Semua teman sekelasnya sama sekali tidak mengerti dengan isi kepala anak itu. Sebetulnya apa yang diajarkan kedua orang tuanya pada dirinya, hingga bisa membuat anak seperti dirinya.

“Sepertinya salah satu dari kalian telah terbakar, jadi bagaimana jika kalian semua juga ikut terbakar bersama dengan dirinya?”

“““TOLONG JANGAN SAMAKAN KAMI DENGAN DIRINYA‼!”””

Mereka bukanlah si Bocah Api yang selalu terlihat terbakar, mereka masihlah manusia biasa yang bisa mati jika dibakar. Kalau kau memang ingin membakar seseorang, maka bakar saja si Bocah Api itu. Itulah isi pikiran Ren dan kawan-kawan. Mereka sama sekali tidak ingin terlihat seperti si Bocah Api yang terlihat sedang terbakar.

“Ayolah, kalian adalah temannya bukan?... jadi kenapa kalian tidak melakukan hal yang sama dengannya?”

“““DIA BUKANLAH TEMANKU‼!”””

Mereka semua dapat dengan mudah mengatakan hal yang dapat menyakiti hati temannya. Pak Maman jadi kagum dengan mereka. Mereka sungguh teman terburuk yang pernah ada di dunia ini.

“Baiklah... kalau begitu pilihlah!... terbakar bersama dengan buku kalian atau kerjakan tugas kalian dengan benar!”

Mereka semua saling berpandangan sebentar, sebelum akhirnya mereka kembali melihat ke arah Pak Maman dan memberikan jawaban mereka dengan suara yang lantang.

“““KAMI MEMILIH UNTUK MEMBAKARMU BERSAMA DENGAN BUKU-BUKU YANG KAU BERIKAN‼!”””

“KALIAN SEMUA ADALAH MURID-MURID TERBURUK YANG PERNAH ADA DI DUNIA INI‼!”

Pak Maman benar-benar tidak tahu bagaimana caranya dia bisa mengajari para muridnya dengan benar. Apakah memang tidak ada cara yang ampuh untuk mengajari mereka semua? Baik cara lembut ataupun cara kasar sama-sama tidak berpengaruh pada mereka. Apakah mungkin itu karena diri mereka memang sudah busuk?

“Aku sebetulnya sangat pusing dengan kalian, kenapa kalian selalu saja membuat masalah? Apa kalian tidak bosan membuat masalah di sini?”

Pak Maman kemudian melihat semua anak muridnya kembali saling memandang satu sama lain. Mereka kali ini terlihat sedang merenungkan sesuatu.

“Ini mungkin memang karena takdir tuhan yang terlalu kejam pada kami...”

“Benar sekali, takdir yang kami terima terlalu berat untuk kami tanggung!”

“Benar sekali... di tempatkan di kelas ini bersama dengan mereka adalah takdir terberat yang bisa diterima oleh manusia!”

“““BENAR SEKALI, INI ADALAH KESALAH DIA‼!””””

“KENAPA KALIAN SEKARANG MALAH SALING MEYALAHKAN SATU SAMA LAIN!?”

Pak Maman sangat tidak tahan saat dia melihat semua murid di kelas F telah saling menunjuk satu sama lain untuk menyalahkan orang yang ada di sekitarnya. Mereka sama sekali tidak ingin mengakui dosa yang mereka perbuat. Apakah ini adalah tanda-tanda akhir dunia? Pak Maman bertanya-tanya dalam hatinya.

“Sudahlah kalian semua! Lebih baik kalian mengerjakan tugas yang kuberikan tadi, atau Aku akan benar-benar membakar kalian semua menjadi abu!”

Kata Pak Maman, sebelum dia menuangkan bensin ke berbagai tempat di ruang kelas F. Dia benar-benar berniat membakar anak muridnya sendiri.

“Kau bahkan sudah menuangkan bensin itu, sebelum kami mulai kembali mengerjakan tugas kami... apakah kau sangat tidak percaya kalau kami akan mengerjakan tugas kami dengan benar!?”

“Tidak, ini bukan masalah kepercayaan... kalau masalah kepercayaan, Aku tidak perlu lagi meragukan kalian... Aku yakin kalian pasti akan membuat ulah dan tidak mengerjakan tugas kalian dengan benar... jadi ini adalah peringatan terakhir untuk kalian, sebelum Aku benar-benar membakar kalian hidup-hidup!”

“Bukankah kau hanya akan mengotori kelas, jika kami bisa mengerjakan tugasnya dengan benar... lalu siapa yang akan membersihkan semua bensin ini, jika kami bisa mengerjakan tugas kami!”

“Tentu saja itu adalah kalian! Kalianlah yang membuatku melakukan ini, jadi kalianlah yang harus bertanggung jawab!”

“Apakah kau memang benar-benar seorang guru!?”

“Tidak, dia pasti seorang monster!”

“Kau salah, sudah jelas jika dia adalah seekor gorila!”

“Diamlah kalian dan kerjakan saja tugas kalian masing-masing dengan benar!”

Setelah mengatakan itu Pak Maman keluar dari kelas F, dia ingin mencari obat untuk sakit kepalanya. Kalau dia terus berada di kelas itu, maka kepalanya akan meledak dalam hitungan hari. Setidaknya dia berharap kalau kepalanya tidak akan meledak hari ini.

Sementara Pak Maman sedang mencari obat untuk sakit kepala, Ren dan kawan-kawan kembali duduk di kursi mereka. Padahal Ren sudah membuat rencana untuk menjebak si gorila itu denga berpura-pura rajin, tapi rencananya langsung gagal total hanya karena si gorila itu mengatakan sesuatu yang bisa membuatnya dan juga teman sekelasnya yang lain senang dan lupa akan segela sesuatu di sekitarnya. Dia seharusnya sudah tahu kalau kata-kata manis hanyalah racun yang bisa menyakiti siapapun yang mendengarkannya.

Ren menghela nafasnya. Tidak ada gunanya dia menyesali apa yang telah terjadi. Lebih baik dia menyelesaikan masalah yang ada di sini. Ren kemudian melihat ke seluruh ruang kelasnya. Ada teman sekelasnya yang sedang mencoba mengerjakan soal di buku, tapi tidak berhasil; ada teman sekelasnya yang sedang mencoba mencari contekan, tapi sayangnya langsung dihajar oleh palu; ada teman sekelasnya yang sengaja mencari contekan untuk dipukul oleh palu (Kalian pasti tahu siapa dia); lalu ada teman sekelasnya yang sedang memohon-mohon untuk diberi contekan (Dia benar-benar tidak memiliki harga diri); lalu ada juga teman sekelasnya yang berhasil menjawab semua soal di bukunya, meskipun sebenarnya buku itu bukan buku soal yang diberikan oleh Pak Maman, tapi buku teka-teki tak berguna (Kalian juga pasti bisa menebak siapa ini). Ren sekali lagi menghela nafasnya. Tidak ada satupun dari teman sekelasnya yang bisa dia andalkan.

“Baiklah semuanya, dengarkan Aku! Kalau seperti ini terus, kita tidak akan bisa menyelesaikan semua soal yang ada di buku ini.... makanya, Aku mempunyai ide untuk menyatukan kekuatan kita untuk memberantas semua soal ini!”

“Apakah kau ingin membakar semua buku ini?”

“Apakah kau ingin membakar dirimu sendiri?”

“Apakah kau ingin membakar dirimu sendiri bersama dengan semua buku ini?”

“TENTU SAJA TIDAK, DASAR ORANG-ORANG YANG TIDAK PUNYA AKAL SEHAT!”

“““KAU SENDIRI JUGA TIDAK PUNYA AKAL SEHAT!”””

Ren duduk kembali ke kursinya dengan menampakan wajah kesal. Padahal dia ingin memberikan saran agar mereka bisa menyelesaikan semua ini dengan lebih mudah dan cepat, tapi mereka semua sudah membuatnya kesal duluan.

“Tenanglah dulu teman-teman... Ren hanya ingin membantu kita menyelesaikan masalah ini, jadi kita tidak perlu marah atau menghinanya... kita hanya perlu mendengarkan dan menuruti apa yang akan dikatakannya nanti... dengan begitu, kita pasti bisa menyelesaikan semua soal yang ada di buku ini dengan baik dan benar!”

Entah beruntung atau tidak, ternyata Ren mendapatkan dukungan dari Bran yang sedari tadi tidak mendapatkan contekan.

“Lalu apa rencanamu, Ketua Iblis? Apakah kau pikir jika kita berkerja sama, kita dapat menyelesaikan semua soal yang ada di buku ini tepat waktu?”

“Bisakah kau diam, Alien... Aku memang  memiliki rencana, jadi kau lebih baik kau dengarkan baik-baik intruksi dariku!”

“Baik, baik... lalu apa rencanamu?”

“Baiklah... Hei, Mesum... kau sudah selesai dengan buku teka-tekimu, kan?”

“Ya, ada apa?”

Doni yang sebetulnya ingin membuka majalah dewasa yang baru saja dia beli kemarin terpaksa harus menutup kembali buku berharganya, karena semua orang tengah melihat ke arahnya. Kalau dia membaca buku berharganya di depan mereka semua, maka dia bisa saja kembali kehilangan buku berharganya seperti kemarin.

“Aku mempunyai tugas khusus untukmu... kalau kau bisa melaksanakannya, Aku pastikan kau akan mendapatkan kembali buku berhargamu yang kemarin hilang... Bagaimana? Apakah kau tertarik melakukannya?”

Ren sudah tahu apa yang disukai bocah mesum itu dan Ren juga tahu kalau Bran adalah orang yang mengambil buku berharga milik bocah mesum itu, jadi dia bisa membuat bocah mesum itu patuh padanya dengan iming-iming mengembalikan buku berharganya. Tidak mungkin bocah itu menolak tawarannya.

“Apakah itu benar!? Apakah kau benar-benar akan mengembalikan buku berhargaku yang telah hilang itu!?”

“Tentu saja, buku itu ada di tangan Bran, jadi jika kau ingin buku itu kembali, maka Aku bisa memaksa Bocah Anjing itu menyerahkan kembali buku berhargamu... itu juga jika kau mau melakukan apa yang kuperintahkan!”

“Baiklah, Aku akan melakukannya!”

Dengan semangat, Doni berdiri dari kursinya. Tubuhnya bahkan juga terlihat seperti sedang terbakar oleh api semangat, dia jadi terlihat mirip dengan Raya yang sedang bersemangat. Sepertinya si bocah mesum itu akan selalu bersemangat, jika ada kaitannya dengan hal-hal mesum. Ren akan selalu mengingat hal tersebut.

“Misimu kali ini adalah menyelinap ke ruang kepala sekolah, lalu memfotonya saat dia memasang pose menjijikan, setelah itu tunjukan foto tersebut pada si Gorila.... si Gorila itu pasti akan sakit dan muntah-muntah, lalu dengan begitu, kita bisa terbebas dari hukuman mengerikan si Gorila!”

[Aku bisa mendengar suaramu, dasar bocah nakal tak tahu malu! Bisakah kau menjelaskan, apa maksudmu dengan pose menjijikan!? Tidak ada hal yang menjijikan dari diriku!]

Suara si nenek tua yang juga merupakan kepala sekolah Ren dan kawan-kawan bisa terdengar dari speaker yang terdapat di kelas F. Sepertinya rencana Ren telah ditahuai oleh si Nenek Tua.

“Cih, Dasar Nenek Tua sialan! Kenapa kau bisa mendengar rencanaku?!”

[Itu karena kau berbicara terlalu keras! Kau seharusnya membisikan rencanamu, jika rencanamu tidak ingin diketahui olehku, karena Aku telah memasang kamera CCTV di berbagai sudut di kelasmu!]

Ren mengetahui dengan sangat baik kalau kamera CCTV tidak akan dapat menangkap suaranya, jadi dia sadar jika si nenek itu juga sudah memasang penyadap di kelasnya. Ini benar-benar merepotkan, dia harus segera menemukan benda itu atau semua rencananya akan ketahuan oleh kepala sekolahnya yang sangat tidak tahu malu itu.

“Hei, Nenek Tua... kamera CCTV tidak mungkin bisa menangkap suaraku, jadi kau pasti juga memasang penyadap di sini... jadi bisakah kau memberitahuku dimana kau memasang penyadap-penyadap itu!?”

[Memangnya apa yang akan kau lakukan, jika Aku memberitahumu dimana letak penyadap yang kupasang?]

“Tentu saja Aku akan menghancurkannya!”

“MANA MUNGKIN AKU MEMBERITAHUKANNYA PADAMU, SETELAH AKU TAHU APA YANG AKAN KAU LAKUKAN‼!”

Kali ini suara itu terdengar bukan dari speaker yang ada di kelas Ren, tapi langsung dari ruang kepala sekolah.

“Cih! Menyebalkan saja, dasar Nenek Tua sialan tak berguna!”

“AKU MASIH BISA MENDENGAR SUARAMU!”

Ren mengabaikan suara yang sangat berisik itu dan lebih memilih untuk mencari ide lainnya. Dia pasti bisa memikirkan solusi untuk mengatasi masalah yang tengah mereka hadapi saat ini. Rencananya memang sudah diketahui oleh Nenek Tua itu, tapi bukan berarti dia tidak memiliki rencana lain

“Baiklah, kalau begitu kita hanya bisa saling membantu satu sama lain... alias, kita akan saling mencontek! Apa kalian setuju?!”

“Yaaaaaaa‼” (Teriak para murid yang tidak ingin berpikir dan ingin ingin enaknya saja).

“Tidaaaakkkk!” (Teriak para murid rajin yang bisa menjawab soal mereka sendiri).

“Ayolah... kalian seharusnya kompak!”

Ren menatap kecewa pada teman sekelasnya. Kenapa mereka tidak bisa diajak kompak di situasi seperti ini1? Seharusnya mereka sadar kalau mereka terus seperti ini, mereka benar-benar akan dibakar hidup-hidup oleh si Gorila jelek itu.

“Mana mungkin Aku membiarkan kalian begitu mudahnya mencontek hasil kerja kerasku begitu saja... hanya orang bodoh yang akan melakukan hal seperti itu!”

Grace mengatakannya dengan nada yang terdengar malas. Dia benar-benar malas menanggapi ide Ren yang sangat tidak mengenakan baginya. Dia yang susah-susah berpikir, tapi justru orang lain yang mendapatkan hasilnya. Mana mungkin dia membiarkan hal tersebut terjadi, setidaknya dia harus mendapatkan hal yang setimpal sebagai ganti rugi atas usaha yang dia keluarkan.

“Tenang saja, kami tidak hanya akan mencontek padamu, tapi juga pada orang lain yang bisa menjawab soal di buku sialan ini, jadi kau tidak perlu khawatir!”

“BUKAN ITU MASALAHNYA DASAR IBLIS BODOH!”

Grace tidak dapat menahan suaranya dan langsung berteriak tanpa berpikir dua kali. Dia benar-benar dibuat kesal oleh kalimat yang meluncur dengan entengnya dari mulut siswa yang memiliki wajah mirip iblis itu.

“Apakah kau memang tidak bisa mengerjakan soal itu sendiri, bukankah dalam tes masuk sekolah kau mendapatkan nilai tertinggi!?”

“Ren mendapatkan nilai tertinggi di sekolah ini?! Itu mustahil!”

Putri sangat tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Bagaimana mungkin manusia bisa dikalahkan oleh iblis dalam hal kecerdasan. Apakah Iblis memang lebih pandai dari manusia!?

“Itu hanyalah bagian dari masa lalu, kau tidak perlu mengingat hal semacam itu lagi... masalah terpenting yang harus kita hadapi saat ini adalah cara menyelesaikan semua soal yang ada di buku sialan ini!”

Ren sangat tidak ingin mengingat kejadian di mana dia berhasil menduduki peringkat pertama dalam ujian masuk sekolah. Itu bukan karena ada kejadian yang tidak mengenakan saat dirinya melihat kalau namanya ada di peringkat pertama saat pengumuman murid yang diterima di sekolah ini, tapi karena alasan di balik dia mendapatkan nilai tertinggi. Dia berusaha mendapatkan nilai tertinggi agar ada banyak orang yang kagum padanya dan bahkan mengidolakannya, tapi sayangnya itu hanya terjadi di dalam dunia khayalan Ren, karena kenyataannya tidak ada satupun murid yang kagum padanya, malah mereka langsung lari ketakutan saat mereka melihat wajah Ren yang sangat menakutkan. Bahkan yang terparah, Ren pernah mendengar rumor kalau dirinya mengancam para guru agar membuat nilainya sangat bagus, makanya dia bisa berada di peringkat pertama. Ren sungguh marah saat dirinya mendengar rumor tersebut. Apakah mereka tidak memikirkan betapa susahnya Ren belajar saat malam-malam sebelum ujian masuk diadakan!? Andai mereka tahu apa saja yang telah dilalui oleh Ren saat masa-masa itu, mereka pasti tidak akan mungkin membuat rumor semacam itu lagi.

Ren menghela nafasnya. Dia telah menyadari kalau memang tidak ada gunanya dia terus mengeluh dalam pikirannya. Apa yang telah terjadi tidak akan bisa diubah kembali. Apa yang bisa Ren lakukan saat ini hanya terus bergerak maju dan menghancurkan setiap orang yang berani mengejeknya atau menyebarkan rumor buruk tentangnya. (Seperti biasa, Ren memang selalu mengerikan luar dalam).

“Baiklah... dengan begini... operasi menyontek dan menyelesaikan semua soal di buku sialan ini dimulai!”

Ren dengan seenaknya memerintahkan sebuah perintah yang sangat memberatkan bagi sebagian siswa dan sangat menyenangkan bagi sebagian lainnya.

OPERASI MENGERJAKAN TUGAS BAGI SISWA YANG MAU MENGERJAKAN TUGAS DAN OPERASI MENYONTEK BAGI SISWA YANG MAU ENAKNYA SAJA :

DIMULAI!

Ren segera membagikan jawaban yang telah dia dapatkan kepada Bran. Saat ini di meja Bran sudah berkumpul para siswa yang tidak mau berpikir yang sedang menunggu datangnya jawaban soal mereka. Para siswa itu langsung mengisi jawaban pada buku mereka, begitu Ren memberikan buku soalnya pada Bran.

Sementara para siswa itu sedang menyalin jawaban dari buku Ren, Alian bertugas untuk mencari contekan lainnya. Meskipun dia sangat enggan melakukannya, karena yang akan menjadi target menyonteknya adalah trio gadis yang sangat menakutkan baginya, tapi karena dia diancam oleh Ren, dia terpaksa melakukannya. (Ren mengancam akan mengikat Alian dan menguncinya di sebuah ruangan yang sangat gelap bersama dengan ketiga gadis itu, jika dia tidak mau membantunya dalam operasi menyontek tersebut).

Dengan takut-takut, Alian menghampiri mereka bertiga. Sedangkan mereka bertiga yang wajahnya sedang memerah dengan senang hati mempersilahkan Alian untuk duduk di tengah-tengah mereka. Mereka sengaja menyiapkan sebuah bangku khusus di tengah-tengah mereka untuk Alian sejak awal, karena mereka tahu kalau Alian pasti akan datang dan menyontek pada mereka.

‘Kenapa Aku harus melewati sesuatu seperti ini!?’

Meskipun Alian terus menggerutu dalam hatinya, tapi dia tidak bisa lagi menolak takdir yang tengah menunggunya. Setelah menghela nafas panjang, Alian mulai duduk di tengah-tengah mereka bertiga dan menyontek jawaban mereka. Alian juga tak lupa berdoa dalam hatinya agar dia bisa melihat matahari keesokan harinya.

“Alian sayang, kau bisa mencontek bukuku!”

“Tidak, Alian cintaku, kau contek saja bukuku!”

“Jangan mau, Alian suamiku.... lebih baik kau menyontek punyaku saja!”

Kemudian mereka bertiga memulai keributan di antara mereka dengan Alian yang berada di tengah-tengah mereka. Mereka bertiga tidak mau mengalah dan ingin Alian untuk menyontek di buku mereka. Pemandangan itu tentu saja membuat para lelaki jomblo yang sedang melihat mereka cemburu setengah mati. Kenapa selalu saja orang itu yang mendapatkan bagian baiknya, mereka juga mau berada di tengah-tengah tiga gadis cantik dan diperebutkan.

Mereka sama sekali tidak melihat ekspresi ketakutan milik Alian yang sedang mencoba untuk larikan diri dari tempatnya duduk saat ini, tapi sayangnya dia tidak bisa melakukan hal tersebut karena saat ini dia sedang dikelilingi oleh tiga gadis yang sedang meributkan buku siapa yang sebaiknya dicontek oleh Alian.

Alian bersumpah dalam hatinya bahwa dia akan membalas perbuatan Ren yang menyebabkan dirinya berada di situasi yang sangat mengerikan seperti saat ini.

Sedangkan Ren yang bukunya sedang dicontek oleh orang lain hanya sedang berleha-leha di bangkunya. Dia terlihat sama sekali tidak peduli dengan apa yang sedang terjadi di sekitarnya. Apa yang dia pikirkan saat ini hanyalah bersantai dan menikmati hasil jerih payah orang lain. (Dia memang cocok dengan sebutan Iblis).

“Oi, Ketua Iblis... kami telah selesai menyalin semua jawaban dari bukumu.... sekarang apa yang harus kami lakukan!”

Bran memberikan laporan pada Ren yang sedang duduk santai di bangkunya. Ren sebetulnya merasa kesal karena waktu istirahatnya tiba-tiba saja diganggu dan juga karena Bran memanggilnya Iblis, tapi karena ada hal yang lebih penting lagi untuk Ren katakan, maka dia menahan dirinya untuk memarahi Bran dan lebih memilih mengatakan tugas Bran yang selanjutnya.

“Baiklah, tugasmu yang selanjutnya adalah mencari contekan pada murid yang lain!”

“Tunggu dulu, Ren! Bukankah seharusnya kau sadar kalau Aku tidak pernah mendapatkan contekan, meskipun Aku telah mencarinya ke sekeliling kelas dan sekarang kau malah menyuruhku untuk mencari contekan lagi!”

“Kau ada benarnya juga... kalau begitu tugasmu adalah mengambil buku soal milik si Alien... dia saat ini tengah berada di antara tiga gadis yang sangat ganas... kau harus berhati-hati dan bawalah dengan selamat buku yang telah dia isi itu!”

“Tunggu dulu, Ren! Apakah kau tidak ingin menyelamatkan kawanmu ini!?”

“Aku tidak ingat kalau pernah memiliki kawan sepertimu!”

Ren dengan kejam menolak perminataan tolong dari Alian, dia bahkan tidak mengakui pertemanan mereka yang sudah dimulai sejak mereka masih sangat kecil. Kemarahan Alian kepada Ren sekarang sudah semakin memuncak. Dia pasti akan membuat Ren menyesal karena melakukan semua ini padanya suatu saat nanti.

“Cepat pergi, Bocah Anjing!”

“Guk!”

Yang pergi ke tempat Alian sedang terkurung di antara tiga gadis ganas bukanlah Bran, melainkan anjingnya yang paling kecil, Shiroku.

Anjing kecil itu kemudian langsung terlempar jauh akibat tendangan salah satu gadis dari ketiga gadis yang sedang mengepung Alian yang diketahui bernama Nunu. Dia melakukan itu, karena dia merasa acara menggoda calon suaminya terganggu oleh suara berisik anjing kecil itu.

“Tunggu dulu, Bocah Anjing! Kenapa bukan kau yang pergi mengambil buku itu!?”

“Mereka terlalu menakutkan... Aku tidak berani mendekati mereka sedikitpun!”

“Lalu kau menyuruh anjingmu melakukannya! Apakah kau benar-benar seorang pecinta anjing?”

Sebetulnya Bran juga tidak tega menyuruh Shiroku untuk melakukan hal tersebut, tapi itu masih lebih baik dari pada tubuhnya hancur berkeping-keping oleh perbuatan ketiga gadis itu. Mereka bertiga saat ini terlihat seperti mahluk buas yang baru saja menemukan mangsanya.

“Hei, Alien tak dikenal... cepat meleparkan buku yang ada di tanganmu kepadaku!”

“Kalau kau tidak menyelamatkanku, Aku tidak akan memberikan buku ini padamu!”

Sangat menyebalkan. Ren tahu kalau dirinya tidak mungkin menerobos masuk ke dalam kepungan mereka bertiga dan pergi menyelamatkan si Alien, karena dia tahu kalau dia hanya akan berakhir menjadi mangsa mereka bertiga. Dia harus melakukan sesuatu yang tidak membahayakan nyawanya dan juga bisa menyelamatkan nyawa si Alien. Itu jelas tidak mungkin bisa dilakukan olehnya.

“Huuu.... sepertinya Aku tidak memiliki pilihan lain!”

Senyum Alian langsung mengembang begitu dia mendengar gumaman yang dikeluarkan oleh Ren, karena dia menyangka kalau dirinya akan diselamatkan oleh iblis itu, tapi senyumnya langsung menghilang ditelan angin begitu dia mendengar kalimat selanjutnya yang keluar dari mulut si Ketua Iblis itu.

“Hei, kalian bertiga... Aku berjanji akan mencarikan tempat yang aman untuk kalian bertiga melakukan hal-hal yang terlarang pada Alien itu, jika kalian bersedia memberikan buku soal kalian padaku!”

“KAU BAHKAN SAMA SEKALI TIDAK BERNIAT MENOLONGKUUUU‼‼”

The Sister langsung melemparkan buku soal mereka kepada Ren, begitu mereka mendengar penawaran Ren. Sepertinya mereka bisa berpesta dengan bebas nanti malam bersama dengan pujaan hati mereka.

Ren kemudian merasa bahwa dirinya sangat bodoh, begitu dia menangkap ketiga buku yang melayang ke arahnya. Dia merasa bodoh karena tidak memakai cara itu sedari awal, karena kalau dia melakukan hal tersebut, dia pasti sudah sedari tadi menyelesaikan semua soal yang ada di bukunya.

“Hei, kalian.... tangkap dua buku ini!”

Setelah mengatakan itu, Ren melemparkan dua dari tiga buku yang dia dapatkan kepada teman sekelasnya yang sedang menunggu contekan. Sedangkan satu buku lainnya Ren gunakan untuk contekannya sendiri.

Bran dengan lihai menangkap kedua buku yang melayang ke arahnya. Dia juga dengan gesit membuka halaman buku yang belum dia isi dan menyebarkan jawaban buku tersebut pada teman seperjuangannya yang lain. Mereka semua dengan cepat mengisi jawaban pada buku mereka masing-masing, mereka semua nampak tidak peduli dengan nasib Alian yang sekali lagi sedang terancam kehilangan kesuciannya. Alian sungguh ingin membalas perbuatan mereka padanya saat ini juga.

Sementara teman sekelasnya sedang melakukan acara menyontek, Grace hanya fokus pada soal di bukunya. Dia terlihat tidak tertarik dengan apa yang sedang dilakukan teman sekelasnya. Mungkin itu karena dia sudah lelah menasihati mereka.

Kalau Grace nampak tidak peduli sedikitpun dengan kelakukan Ren dan teman-teman seperjuangannya, Putri justru sangat tertarik dengan apa yang sedang mereka lakukan. Dia merasa kalau dia terus mengawasi mereka, maka dia bisa menyaksikan kemampuan memimpin Ren yang sangat legendaris di sekolah ini. (Kemampuan memimpin Ren di sekolah ini sangat terkenal, karena kekejamannya dan juga karena tidak pernah memberikan ampun sedikitpun pada para anak buahnya.)

Sebetulnya selain Putri, Liliana juga sedang mengawasi Ren sedari tadi, tapi dia melihatnya hanya dengan menggunakan ujung matanya. Dia terlalu malu untuk memandang Ren yang tengah menulis jawaban di bukunya. Gawat! Hanya dengan memandangnya sebentar, telah membuat dirinya merasa akan segera pingsan.

“Tunggu Liliana! Kenapa kau tiba-tiba pingsan!? Apakah ini juga karena ulah Ren!” Grace berteriak sambil berlari menuju ke tempat Liliana pingsan.

“Kenapa kau malah menyalahkanku, Gadis Palu!” Ren yang tidak terima dirinya terus saja disalahkan, segera membalasnya dengan suara keras.

“Kalau bukan kau, memangnya siapa lagi!?” Grace membalasnya dengan sinis.

Ren yang akan berjalan menuju ke tempat Liliana pingsan memutuskan untuk kembali duduk dan mengerjakan tugasnya. Ren berpikir kalau dirinya ke sana, dia hanya akan menambah masalah, jadi dia memutuskan untuk berpura-pura tidak tahu apa yang sedang terjadi dan fokus kembali pada tugasnya. (Sebetulnya alasan Ren tidak jadi berjalan ke tempat Liliana, karena dia merasa kalau akan terjadi sesuatu yang buruk padanya).

“Hei, Raja Iblis ketujuh sialan... kenapa kau tidak mau menolongku dan malah memojokanku tadi!?”

Alian yang telah terlepas dari kepungan ketiga siswi itu segera mendatangi Ren dan melancarkan aksi protesnya. Dia tidak terima jika harus dijadikan korban yang sia-sia.

“Ayolah... kau sama sekali tidak terlihat membutuhkan pertolongan di mataku... Aku tahu kalau sebetulnya kau sangat menikmati kejadian yang tadi kau alami... benar, bukan?”

“Aku sama sekali tidak menikmati kejadian tersebut!”

Wajah Alian sangatlah merah saat dirinya mengatakan itu. Dia sungguh-sungguh tidak menikmati kejadian tersebut, karena bukan dia yang mendominasi di sana. Kalau saja dirinya yang mendominasi, dia pasti akan sangat menikmati kejadian tersebut.

“Kau pasti saat ini sedang memikirkan sesuatu yang mesum, bukan?... dan jangan mengelak lagi, karena wajahmu telah menunjukan semuanya!”

Setelah mengatakan itu, Ren kembali fokus pada bukunya. Masih ada banyak soal yang belum dijawabnya, jadi dia harus menambah kecepatan menulisnya, kalau dia tidak ingin dibakar hidup-hidup oleh si Gorila jelek itu.

Sementara Ren sedang sibuk dengan tugasnya, kita akan kembali ke beberapa menit yang lalu, ke saat-saat ketika Alian mencoba lepas dari kepungan tiga orang gadis yang sangat liar mengincar kesuciannya.

Alian dengan ketakutan memandang ketiga gadis yang sedang mencoba menelanjangi dirinya. Dia sudah tahu kalau dirinya lengah sedikit saja, maka mereka bisa menelanjanginya tanpa dia sadar, jadi dia harus ekstra hati-hati saat ini.

Apa yang sebaiknya dia lakukan di situasi seperti ini? Apakah dia harus mengambil resiko dengan menerobos mereka? Tidak! Dia tidak bisa melakukan hal tersebut, karena dia bisa saja masuk ke dalam keadaan yang lebih buruk lagi, jika dia berani mengambil keputusan yang sangat ceroboh seperti itu. Lalu apa yang bisa dia lakukan? Seharusnya kemampuan otaknya tidaklah jauh berbeda dengan Ren, tapi kenapa dia tidak bisa membuat strategi yang bagus seperti Ren?! Tidak, Ren sama sekali tidak bisa membuat strategi yang bagus, dia hanya bisa membuat strategi yang menakutkan dan berbahaya.

‘Tenanglah Alian, kau pasti bisa menemukan ide yang bagus untuk bisa lolos dari sini dengan selamat dan dalam keadaan suci seperti sebelumnya.’

Alian menyemangati dirinya di dalam hati. Dia tidak boleh merasa terpojok hanya karena ini. Kalau dia ingin keluar dari masalah ini, yang perlu dia lakukan adalah berpikir seperti Ren. Apa yang akan dilakukan oleh Ren, jika si Iblis itu berada di posisinya saat ini? Menakuti mereka dengan mata merahnya yang sangat menakutkan. Tidak baik, dia tidak bisa melakukan hal seperti itu, karena dia tidak memiliki mata berwarna merah menakutkan.

‘Ayolah, Alian! Masa kau tidak bisa memikirkan ide lainnya.’

Alian sekali lagi mencoba menyemangati dirinya di dalam hati. Dia mencoba untuk berpikir sekali lagi. Dia yakin kalau dirinya pasti bisa menemukan jawabannya. Dia harus berpikir cepat atau dia hanya akan berakhir ditangkap dan ditelanjangi oleh ketiga gadis yang telah mengepungnya sedari tadi.

Setelah berpikir beberapa saat, akhirnya dia menemukan sebuah solusi yang kemungkinan bisa menyelamatkannya dari situasi ini. Dia hanya harus memanfaatkan penawaran yang dilakukan oleh Ren pada mereka bertiga.

“Hei, para gadis!”

“““Hei, Alian Ganteng!”””

‘Kenapa kalian bisa tiba-tiba kompak seperti itu!? Dan lagi namaku bukan Alian Ganteng, tapi Alian Fernandes!’

“Aku tadi mendengar kalau kalian menerima tawaran Ren yang ingin mencarikan tempat bagus untuk kita bersenang-senang, bukan?”

“““Ya, memang ada apa, Sayang?”””

“Anu... bagaimana kalau kita menunda pesta kita sampai Ren menemukan tempat tersebut? Untuk saat ini sebaiknya kita melakukan persiapan, seperti menyiapkan pakaian yang bagus atau semacamnya... kurasa tidak baik jika kita terlalu terburu-buru.”

“““Ya, baiklah!”””

Alian menghembuskan nafas leganya, begitu mereka bertiga mengangguk setuju dan membiarkan dirinya lepas.

Ren pasti tidak akan benar-benar menempati janjinya. Iblis itu pasti tidak akan pernah mencari tempat seperti itu. Itu sudah pasti, dia yakin sekali tentang hal tersebut. Alian terus saja meyakinkan dirinya kalau Ren tidak akan pernah menemukan tempat yang telah dia janjikan pada ketiga gadis tersebut.

Setelah lepas dari mereka bertiga, hal pertama yang harus dia lakukan adalah melancarkan protesnya pada Iblis sialan itu.

Jadi begitulah kisah bagaimana Alian bisa terbebas dari cengkraman mereka bertiga. Lalu apa yang sedang ketiga gadis itu lakukan saat ini, mereka bertiga saat ini sedang membayangkan bagaimana malam mereka bertiga bersama dengan Alian, sang pujaan hati mereka. Alian benar-benar bergidik saat dirinya melihat gambar hati yang berterbangan dari tubuh mereka.

Kita kembali lagi pada Ren yang masih asik mengisi buku soalnya. Dia terlihat seperti bukan dirinya, dia terlihat seperti siswa rajin yang tengah mengerjakan tugasnya dengan rajin (jika saja dia tidak mencontek, dia pasti benar-benar akan menjadi siswa yang rajin dan disayang oleh para guru... tidak, kalau untuk kasusnya sepertinya menjadi siswa rajin masih tidak cukup untuk membuatnya disayang oleh para guru).

“Hai, para murid kesayanganku... maaf karena Aku datang terlambat hari ini!”

Saat Ren dan teman-temannya yang sedang sibuk dengan tugas mereka masing-masing (meskipun ada juga yang sibuk dengan kegiatan mereka sendiri), seorang guru yang memakai jas sangat rapi yang membuat dirinya tampak sangat keren, masuk ke kelas mereka. Kedatangannya yang terlambat membuat semua siswa di dalam kelas sangat terkejut, karena tidak ada yang menyadari kedatangannya sampai dirinya menyapa mereka.

“Ada apa dengan kalian semua? Apakah kalian memiliki sesuatu yang perlu kalian katakan padaku?”

Tidak ada yang menjawabnya selama beberapa puluh detik ke depan, sampai akhirnya Ren membuka suaranya dan diikuti oleh yang lain.

“KENAPA KAU DATANGNYA LAMA SEKALI!?”

“ITU BENAR! APAKAH KAU TIDAK MENYADARI BETAPA MENDERITANYA KAMI SAAT DIRIMU TIDAK ADA!?”

“BENAR SEKALI! KAU MUNGKIN TIDAK TAHU, TAPI KAMI TELAH MELEWATI SAAT-SAAT TERBURUK YANG PERNAH ADA SAAT DIRIMU TIDAK ADA DI SINI‼”

Teriakan seperti itu terus terdengar dari mulut para murid kelas F. Mereka terdengar sangat menderita saat mereka meneriakan isi hati mereka. Sepertinya apa yang mereka teriakan memang berasal dari lubuk hati mereka yang terdalam.

“Aku benar-benar tidak menyangka kalau kalian benar-benar menyayangiku sampai kalian mengatakan semua hal tersebut!”

Tapi sepertinya teriakan-teriakan mereka telah disalahpahami oleh si guru yang suka datang terlambat tersebut. Dia sekarang malah terharu oleh mereka, padahal mereka hanya sedang meluapkan emosi mereka yang terpendam dan tidak sedang menangisi ketidak hadirannya ataupun mengatakan hal baik tentangnya.

“Hmmm... sepertinya tadi kalian sedang mengerjakan tugas, bukan?... karena Aku sedang dalam suasana hati yang sangat baik, maka Aku akan membebaskan kalian dari tugas tersebut... kalian boleh melemparkan buku kalian sesuka kalian ke manapun kalian mau!”

Setelah si guru mengatakan itu, mereka semua melemparkan buku soal mereka seperti yang diperintahkan si guru, tapi mereka semua melemparkannya ke arah si guru, bukannya ke atas.

“Tunggu dulu, murid-murid tersayangku! Kenapa kalian melemparkannya ke arahku!?”

“Kalau kau membebaskan kami dari tugas ini, lalu untuk apa kami mengerjakan semua soal yang sangat menyebalkan ini!?”

“Betul sekali! Padahal kami melewati saat-saat yang sangat sulit, karena kami mengerjakan tugas ini!”

“Kau benar-benar guru terburuk yang pernah ada, sudah datang terlambat, lalu sekarang kau malah membuat kerja keras para murid jadi terbuang sia-sia!”

Mereka semua terus melemparkan buku dan benda lainnya yang berada di dekat mereka kepada guru yang berdiri di depan mereka. Mereka semua meluapkan kemarahan mereka padanya.

“Sebetulnya ada apa dengan kalian? Bukankah biasanya kalian sangat senang saat kalian tidak mendapatkan tugas!?”

Si guru, yang bernama Deni Armansyah, sangat bingung dengan kemarahan para muridnya. Dia sudah menjadi wali kelas mereka sejak kelas satu, jadi dia sudah mengenal baik sifat semua muridnya di kelas F. Seharusnya mereka saat ini bersorak kegirangan dan melemparkan buku tugas mereka ke atas kepala mereka, ketika dirinya mengatakan kalau mereka bebas dari tugas mereka, tapi kenapa saat ini mereka sedang melemparkan segala sesuatu yang berada di dekat mereka ke arahnya!?

STATUS OPERASI MENGERJAKAN TUGAS BAGI SISWA YANG MAU MENGERJAKAN TUGAS DAN OPERASI MENYONTEK BAGI SISWA YANG MAU ENAKNYA SAJA :

BERAKHIR DENGAN SIA-SIA.

Semua murid kelas F menatap tajam pada guru wali kelas mereka yang sedang menampilkan wajah yang terlihat bersalah. Mereka semua sudah menceritakan apa saja yang terjadi selama Pak Deni tak ada di kelas mereka (Tentu saja Ren dan teman-temannya telah sedikit mengubah cerita yang sebenarnya agar mereka tidak terdengar seperti orang yang bersalah) dan Pak Deni merasa bersalah karena telah membuat para anak didiknya menderita.

“Kurang lebih Bapak telah mengerti apa saja yang kalian lewati selama Bapak tak ada dan karena Bapak merasa bertanggung jawab, maka Bapak akan berbicara dengan Pak Maman dan menyuruhnya agar tidak terlalu keras lagi pada kalian... bagaimana, apakah kalian mau memaafkan Bapak?”

Ren menghela nafas, lalu mengendorkan sedikit ototnya, sebelum akhirnya membalas permintaan maaf dari Pak Deni.

“Kami akan memaafkanmu, tapi jika kau bisa memenuhi semua syarat yang kami ajukan!”

“Lalu apa saja syaratnya?”

“Syaratnya adalah...”

Riiingggg...

Belum sempat Ren mengucapkan syarat yang akan diajukannya, ternyata bel telah berdering yang menandakan kalau jam pelajaran Pak Deni telah berakhir.

“Hmmm... sepertinya jam pelajaran Bapak telah berakhir, kalau begitu.... selamat tinggal!”

Setelah mengatakan itu, Pak Deni segera pergi meninggalkan kelas F untuk melarikan diri dari syarat yang akan diajukan oleh Ren. (Seperti dia sudah menyadari kalau dirinya akan sangat menderita, jika dirinya menerima syarat dari Ren).

“Hei, tunggu dulu! Mau kemana kau!?”

Setelah terdiam beberapa detik karena tercengang, Ren akhirnya sadar dan mulai mengejar Pak Deni yang telah berlari menjauh kelas F, tapi baru beberapa detik dirinya berada di luar kelas, Ren malah kembali ke dalam kelas.

“Ada apa, Ren? Kenapa kau kembali ke kelas dan tidak mengejar guru sialan itu?”

Belum sempat Ren menjawab pertanyaannya, Bran sudah mendapatkan jawabannya terlebih dahulu saat dirinya melihat sesuatu yang ikut masuk ke dalam kelas, setelah Ren berjalan kembali ke kursinya.

“Ghhhaaaaaa... ada gorila yang bisa berjalan dengan hanya kedua kakinya‼”

“SIAPA YANG KAU PANGGIL GORILA?‼”

Pak Maman berteriak sambil melemparkan buku yang sangat tebal di tangannya ke arah wajah Bran. Buku itu tepat mengenai wajahnya dan membuat Bran terjatuh dari kursinya dan terbaring ke sakitan di lantai kelas.

“Ya, ampun... padahal jam pelajaran baru saja berganti, tapi kalian telah membuat masalah.... sebagai hukumannya, selama sebulan, kalian tidak akan mendapatkan jam istirahat!”

““““TIDAAAAAKKKKKK””””

Teriakan menyedihkan dari para siswa kelas F telah menjadi penanda dimulainya jam pelajaran selanjutnya yang tak kalah mengerikannya dari jam pelajaran sebelumnya.

 





Sebelumnya | ToC | Selanjutnya

Contact Form

Name

Email *

Message *