Berolahraga di pagi hari dengan guru yang kelebihan bahan bakar adalah bencana yang melelahkan.
“Yo, anak-anakku yang bersemangat!”
“““Kami bukan anak-anakmu!!”””
Ren dan teman-teman sekelasnya dengan kompak membantah
kalimat dari guru yang berpakaian ketat di depan mereka.
Meskipun guru itu memakai spandex yang super ketat,
tapi dia tetap saja memakai celana pendek dan kaos berlengan pendeknya.
Kombinasi pakaian yang sangat aneh di mata Ren dan kawan-kawan.
“Selamat pagi semuanya!”
“Selamat pagi, Guru!”
“Selamat siang!”
“Selamat sore...”
“Selamat malam?”
“Selamat tidur.”
Hanya Raya saja yang menjawab salam dari gurunya
dengan benar dan bersemangat. Sementara yang lain hanya menjawabnya dengan
malas dan asal, bahkan Flan sudah mengucapkan salam tidurnya dan tertidur
dengan pulas.
“Sepertinya kalian semua sedang bersemangat... itu
bagus!”
Tidak, sama sekali tidak. Setiap siswa, kecuali Raya,
telah menampakan wajah yang sangat tidak bersemangat saat mereka melihat guru
itu. Saat melihat semangatnya yang berapi-api, semangat Ren dan kawan-kawan
lamgsung terbakar habis oleh semangat orang itu.
“Baiklah, karena kalian terlihat sangat bersemangat
seperti biasanya... kita akan memulai latihan pagi kita dengan berlari
mengeliling kota!”
“““Kami sama sekali tidak bersemangat!!”””
Mereka sangat membenci guru mereka yang satu ini.
(sebetulnya sih mereka membenci semua guru mereka). Guru yang satu ini selalu
saja keterlaluan dalam memberikan pelajaran. (sebetulnya semua guru mereka juga
sama keterlaluannya dengannya, kecuali satu guru yang entah siapa namanya).
“Baiklah kita akan mulai startnya di sini, lalu kita akan
berlari mengelilingi kota dengan rute yang telah kusiapkan, lalu setelah itu
kita kembali ke sini!”
“““Apa kau tidak mendengarkan kami!!!”””
Meski para anak muridnya telah memprotesnya dengan
suara yang sangat kencang, tapi gurunya itu sama sekali tidak mendengarkan
omongan mereka. Kalau begini, mereka tidak akan bisa menemukan cara untuk
menghentikan guru mereka dengan tindakan gilanya.
“Yos... kalian siap!”
“Fire!”
Gurunya itu sudah membuat posisinya di barisan paling
depan, lalu orang yang berada di sampingnya adalah Raya yang tadi merespon guru
itu dengan semangat. Di antara mereka semua, hanya guru itu dan Raya yang
membuat posisi bersiap, sedangkan yang lain hanya memandangi mereka dengan
tatapan bosan.
“Bersiap, sedia, mulai!”
Setelah sang guru mengatakan itu, Raya dan guru itu
langsung melesat dengan sangat cepat ke daerah luar sekolah. Kemungkinan besar
mereka benar-benar akan berlari mengelilingi seluruh kota seperti kata guru itu.
Sementara Raya dan gurunya pergi berlari secepat
kilat, murid-murid yang lain langsung pergi ke tempat berteduh yang sejuk.
Mereka sama sekali tidak memperdulikan teman dan guru mereka yang telah
kelebihan bahan bakar itu.
“Hei, Ren... kenapa kau dan teman-temanmu tidak ikut
berlari bersama guru itu dan Raya?”
“Apakah kau masih harus bertanya... bukankah sudah
jelas karena itu sangat melelahkan dan tidak berguna! Hoammm!”
Ren mengatakannya sambil menguap dan membaringkan
tubuhnya di bawah pohon. Dia setidaknya ingin beristirahat dulu, sebelum mereka
kembali dan mengacaukan lagi hari damainya.
Bukan hanya Ren yang nampak tidak peduli dengan guru
dan teman sekelas mereka itu, saat Putri melihat ke sekelilingnya, dia telah
melihat kalau semua siswa dan siswi kelas F telah terduduk atau tertidur di
bawah pohon, bahkan Liliana yang Putri kira adalah siswi teladan juga terlihat
di antara mereka.
Karena melihat semua teman sekelasnya melakukan hal
yang sama dengan Ren, akhirnya Putri juga ikut berbaring di samping Ren, tapi sayangnya
Ren langsung menjauhkan posisi berbaringnya, begitu Putri akan berbaring di
sampingnya.
“Ren, kenapa kau menjauh dariku?”
“Tentu saja karena Aku merasakan perasaan yang sangat
buruk!”
“Tenang saja, Ren... Aku tidak akan menyerangmu saat
ini!”
“Tunggu dulu, Ren! Apa maksud ucapannya!? Apakah kau
telah diserang olehnya sebelum ini!?”
“Ren, Apa kau telah diserang olehnya!?”
“Tenangkan diri kalian, Bran, Grace! Putri mengatakan
itu secara harfiah, bukan secara istilah!”
Ren panik mencoba menjelaskannya pada Bran dan Grace
yang saat ini nampak sangat ingin menyerangnya, tentu itu bukan kalimat ungkapan,
mereka benar-benar telah siap dengan tinju dan palu mereka.
“Hei, Ren... Apakah kau sudah melakukan sesuatu yang
luar biasa? Apakah Aku harus menghubungi Ibumu dan melaporkannya, ya?!”
“Kalau kau berani melakukannya, Aku akan membuatmu
menyesal seumur hidupmu!”
Belum juga Ren beres menyelesaikan masalahnya dengan
Bran dan Grace, Alian malah mengatakan sesuatu yang sangat mengerikan. Kalau
Ibunya tahu, kalau dirinya tinggal dengan seorang gadis, maka Ibunya bisa
membunuhnya saat itu juga. Ibunya sangat tidak suka dengan anak muda yang
memiliki kehidupan bahagia. Meski sebenarnya hidup Ren tidak sebahagia itu,
tapi Ibunya pasti tidak akan mendengarkannya.
Memiliki keluarga yang normal mungkin adalah hal yang
paling tidak mungkin didapatkan oleh Ren, bahkan meski itu hanya dalam
mimpinya.
“Ren, apakah mungkin kalau Alian mengenal kedua orang
tuamu?”
“Hn, begitulah... kami sudah saling kenal saat kami
masih kecil, bahkan kami lahir di saat yang sama dan di tempat yang sama!”
“““HEEEEEEE‼!”””
Orang yang terkejut bukan hanya Putri, tapi semua
orang yang baru pertama kali mendengar hal itu di sekitarnya juga ikut terkejut
dan berteriak saat mendengarnya.
“Ren, Aku tidak tahu kalau kau memiliki hubungan
seperti itu dengan Alian...”
“Apakah ini yang dinamakan dengan pasangan yang telah
ditakdirkan!?”
“Ternyata mangsamu bukan hanya wanita saja, tapi
lelaki tulenpun juga menjadi mangsamu!”
“Kalau kalian ingin tidur bersama, Aku akan
menyediakan tempat yang bagus untuk kalian!”
“Ren dan Alian.... kupikir kalau kalian hanyalah teman
tapi musuh, tapi ternyata...”
““Kalian semua salah paham!””
Ren dan Alian berteriak bersama-sama. Mereka tahu
kalau kasus mereka adalah kasus yang jarang terjadi dan sebenarnya mereka
sendiri tidak ingin mengalami hal ini, tapi mau bagaimana lagi, takdir telah
menetapkan hal itu, mereka hanya bisa menerimanya dengan tangan terkepal.
“Hei, Putri.... Aku dan Alian tidak memiliki hubungan
seperti yang kau pikirkan saat ini!”
“Benar! Lalu, yang dinamakan pasangan yang ditakdirkan
adalah lelaki dan perempuan yang telah ditakdirkan untuk bersama selamanya,
bukannya dua lelaki yang ditakdirkan untuk bermusuhan dan berkelahi setiap
hari!”
“Hn! Hn! Lalu Aku juga tidak pernah memangsa siapapun,
baik lelaki ataupun perempuan... ingat itu baik-baik!”
“Aku sebetulnya tidak tahu apakah itu benar atau
tidak, tapi...”
“Hei! Yang kukatakan memang benar!”
“Diamlah sebentar, Aku ingin mengatakan sesuatu... tapi,
Flan.... kurasa kau lebih baik tidur di sana saja, di sana tempatnya jauh lebih
sejuk dari di sini!”
“Tunggu dulu! Bukannya itu sama sekali tidak penting!?
Bukankah seharusnya kau berkata “Flan, kau diamlah dan tidur saja di sana!”
atau semacamnya!”
“Yaaa... hoaamm... Aku pindah dulu!”
“Jadi begitu cara mengatakannya, ya?”
“....”
“Hei, Ren... apakah kau tidak ingin mengoreksi
ucapanku?”
“Kau bisa mengoreksinya sendiri, kan... Bocah Anjing?”
“Di dunia ini tidak ada yang namanya istilah seperti
teman tapi musuh, dasar bodoh!”
“Aku tidak menyangka kalau ada orang bodoh di dunia
yang mau mengoreksi dirinya sendiri seperti itu.”
“Bukannya kau sendiri yang menyuruhku untuk
mengatakannya!? Dasar Ketua Iblis!”
“Siapa yang kau panggil Iblis!?”
Saat keributan sedang pecah di sekitar Ren, kedua
orang pelari api kita telah kembali ke lapangan sekolah, tempat Ren dan
kawan-kawan berkumpul.
“Yos... Aku sampai pertama!”
“Aku yang kedua‼”
Mereka berdua dengan senang dan bersemangatnya
mengangkat kedua tangan mereka saat mereka sampai di lapangan sekolah, tempat
mereka memulai lomba mereka. Tapi senyum dan semangat mereka langsung membeku
saat mereka melihat kalau Ren dan kawan-kawannya sudah berada di depan mereka.
“Ke-kenapa... kenapa kalian bisa sampai ke sini
duluan!?”
Sang guru itu bertanya dengan ekspresi yang sangat
aneh, mulut yang terbuka lebar, mata melotot yang seakan melembung keluar dari
rongganya, dan kerutan di wajahnya yang semakin bertambah banyak. Ren akan namakan
apa ya ekspresi itu? Mungkin ekspresi orang bodoh.
“Huph... kalian terlalu meremehkan kami, kalian
mungkin bisa berlari dengan sangat cepat, tapi kami bisa melewati sebuah portal
yang bisa membuat kami selalu berada di depan kalian!”
Kemudian seorang gadis yang bernama Aliska maju ke
arah duo manusia api itu dan menjelaskan alasan mereka bisa berada di sana,
sebelum mereka berdua sampai. Meski alasan yang dia gunakan adalah alasan yang
sangat bodoh dan tidak masuk akal, tapi duo manusia api itu percaya akan alasan
yang tidak masuk akal itu dan memasang ekspresi bodoh di wajah mereka. (Mereka
memang terlalu mudah ditipu).
“A-Apa katamu tadi!?”
“S-sebuah portal?!”
Mereka benar-benar percaya. Ren dan teman-temannya
sangat terkejut dengan tingkat kebodohan mereka. Mereka adalah duo orang
terbodoh yang mungkin bisa ditipu oleh siapapun. Ren sangat percaya akan hal
itu.
“Sebetulnya apa yang dikatakan gadis itu? Lalu kenapa
mereka berdua bisa percaya begitu saja dengan yang dikatakannya?”
“Kau tidak perlu memikirkan perkataan Aliska terlalu
serius, yang terpenting dia sudah menjelaskan alasan kenapa kita bisa berada di
sini sebelum mereka... lalu tentang mereka berdua... kurasa tingkat kebodohan
mereka sudah mencapai level 10.000... jadi kurasa kau bisa menipu mereka
sesukamu dengan mudahnya!”
“Hn, hn... Aku mengerti... Aku akan menggunakan mereka
nanti!”
Ren akan berpura-pura kalau dia tidak mendengarkan
gumaman Putri tadi. Lebih baik Ren memperhatikan mereka berdua yang masih
berbincang dengan Aliska tentang portal ajaib itu. Setidaknya itu jauh lebih
baik dari pada harus mendengarkan sesuatu yang sangat menakutkan.
“Lalu, Ren... mungkin ini hanya imajinasiku saja, tapi
kenapa mereka berdua terlihat sangat mirip?”
“Itu karena mereka adalah Ayah dan Anak... nama Guru
itu adalah Hari Suraya, seharusnya kau tidak perlu penjelasan lainnya, bukan?”
“Hn... nama mereka cukup unik... jika nama mereka
digabungkan maka akan terbentuk kata ‘Hari Raya’... sangat menarik!”
‘Kenapa kau bisa sesenang itu saat mendengar nama
mereka?’
Ren tidak tahu alasan kenapa Putri terlihat sangat
senang, tapi Ren tidak mau mencari tahunya lebih jauh, karena dia tidak ingin
mendengar sesuatu yang mengerikan lagi dari Putri untuk hari ini. Ren berharap
kalau dirinya akan kuat menahan rasa takutnya, kalau besok Putri mengatakan hal
menakutkan lagi.
Raya memanggil Pak hari dengan sebutan guru, karena
ini berada di sekolah, jadi hubungan mereka di sekolah adalah guru dan murid,
bukan Ayah dan Anak. Putri sudah memahami ini tanpa menanyakannya lebih lanjut
pada Ren.
Putri sangat senang saat dia melihat kedua orang itu,
karena mereka berdua terlihat sangat mudah ditipu, belum lagi Ren tadi juga
telah menguatkan hal itu. Jadi Putri pasti bisa menipu mereka dan membantunya
untuk mengerjai Ren. Tentu saja Putri tidak akan mengatakan ini pada Ren. Ini
akan menjadi kejutan untuknya.
Sambil menyembunyikan rencananya dalam kepalanya,
Putri kemudian menanyakan sesuatu yang lain pada Ren.
“Lalu apakah ada aspek aneh yang lain dari dirinya?
Tentu saja, selain semangatnya dan mudah ditipu?”
“Kau menanyakan sesuatu yang tidak ingin kujawab...
lebih baik kau lihat saja saat pelajarannya dimulai... kau pasti akan lebih
mudah mengerti, kalau melihatnya secara langsung dari pada mendengarnya dari
mulutku!”
Putri tidak tahu kenapa tiba-tiba Ren terlihat sangat
bermasalah, tapi Putri tetap bersemangat untuk menantikan pelajaran dari guru
itu. Mungkin saja pelajaran dari guru itu adalah pelajaran yang akan sangat merepotkan
Ren dan hal itu akan sangat menyenangkan baginya.
Ren yang tak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Putri,
hanya bisa memperhatikan guru berpakaian ketat itu, sampai guru itu akhirnya
berhenti berbincang dengan Aliska dan berpaling ke arah Ren dan kawan-kawan.
“Dia melihat ke sini!”
“Benar, pelajarannya yang merepotkan akan segera
dimulai!”
“Apakah kita lebih baik kabur saja dari sini!?”
“Kalau lawan lari kita adalah orang itu, kita tidak
akan bisa lolos darinya!”
“Hn, itu benar... bagaimana kalau jika kita
membunuhnya saja?”
“Ren, seharusnya kau tahu kalau kita melakukan itu,
kita akan ditahan oleh polisi dan Bocah Api di sana akan terus menangis
sepanjang tahun!”
“Kalau bagitu, kita hanya akan membuatnya pingsan!”
“Aku tidak yakin kalau orang sepertinya bisa pingsan.”
“Kurasa kita bisa mengurangi darah di tubuhnya dengan
menggunakan ini!”
“Apa kau gila!? Kau mau menggunakan suntikan sebesar
itu! Dan lagi dimana kau mendapatkan benda seperti itu, Pria Cantik!?”
“Rahasia perusahaan!”
“Bisakah kau tidak menirukan Si Mesum itu!? Itu
menjijikan!”
“Apakah maksudmu Aku itu menjijikan, Bocah Anjing!?
Bukankah anjing-anjingmu itu jauh lebih menjijikan dariku!?”
“Apa maksudmu!? Kau itu yang menjijikan! Kau selalu
saja menumpahkan darah dari hidungmu, setiap kali kau melihat sesuatu yang
mesum!”
“Itu bukan darah, itu air suciku!”
“““Menjijikan‼”””
“Kenapa kalian semua mengataiku menjijikan!?”
“Hoi, dia sudah sampai di depan kita!”
“Hooo, kau benar!”
“Hei, jawab pertanyaanku!”
Tidak ada
satupun yang menjawab pertanyaan Doni, karena mereka semua telah berkumpul dan
menghadap ke arah Pak Hari.
“Yos, Hari ini benar-benar cerah!”
Ren dan semua teman sekelasnya memandang ke arah
langit dan melihat kalau awan sudah berkumpul di atas mereka.
“Hm, Hari yang benar-benar cerah!”
Raya menanggapi perkataan guru yang sekaligus juga adalah
Ayahnya itu dengan sangat semangat, berbeda sekali dengan teman-teman sekelasnya
yang lain. Mereka semua memandang duo itu dengan tatapan ‘Apakah kalian tidak
bisa melihat awan yang berkumpul tepat di atas kepala kalian?’.
“Karena hari ini sangat cerah... maka kita akan
mengisinya dengan semangat yang sangat cerah juga!”
“Hari ini tidak cerah!”
“Hari ini sangat mendung!”
“Aku ingin tidur hari ini!”
Tidak ada satupun dari muridnya yang menanggapi
perkataan guru itu dengan semangat. Mereka semua terlihat sangat ingin pergi
dari sana.
“Ada apa dengan kalian!? Apakah kalian tidak bisa
melihat matahari yang sedang bersinar dengan cerahnya!?”
“““Bukankah kau sendiri yang tidak bisa melihat
kumpulan awan yang berada tepat di atas kepalamu itu!?”””
Mereka heran dengan guru mereka yang satu ini. Apakah
matanya selalu bisa melihat matahari yang bersinar terang, meski sebenarnya
cuaca saat ini sedang mendung?
“Sepertinya ini karena kalian kurang bersemangat,
makanya kalian tidak bisa melihat matahari yang sedang bersinar terang di
sebelah sana!”
“Tidak, tidak, tidak, bukan kami yang salah di sini,
tapi otakmu sendiri yang mengalami masalah di sini!”
“Benar sekali... tidakkah Pak guru lebih baik
memeriksakan otak Pak guru pada para dokter ahli secepatnya, sebelum otak Pak
guru semakin rusak!”
“Tidak, kurasa otaknya bisa langsung dibedah, tak
perlu menjalani pemeriksaan lagi!”
“Dan lagi Pak guru, yang Bapak tunjuk di sebelah sana
adalah awan cumulonimbus, bukannya matahari!”
“Tunggu dulu! Kalau itu memang awan cumulonimbus, maka
sebentar lagi akan terjadi badai!”
“Hah! Kau benar!”
“Apa yang kalian bicarakan!? Itu jelas sekali adalah matahari
yang sedang menyapa kita!”
“““Apa matamu buta?!”””
Ren dan teman-temannya sudah tidak tahan dengan
kegilaan guru di depan mereka. Apakah Pak Hari benar-benar tidak bisa
membedakan antara matahari dengan awan cumulonimbus.
“Tenang saja kawan-kawan... meski itu memang awan cumulonimbus
sekalipun dan sebentar lagi akan terjadi badai besar, tapi pada akhirnya kita
akan melihat pelangi... jadi bersemangatlah dan hadapai rintangan di depan.
Fire!”
Ren dan kawan-kawan menatap Raya dengan pandangan
datar. Mereka terlihat tidak ingin berurusan dengan kawan mereka yang satu itu.
“Aku tidak ingin basah, jadi Aku akan ke kelas!”
“Aku juga, jadi Aku ikut denganmu!”
“Kurasa Aku juga!”
Ren dan kawan-kawan mulai meninggalkan lapangan satu
persatu dan berjalan menuju kelas mereka, meninggalkan duo Ayah dan Anak yang
masih terlihat bersemangat. Mereka semua berbeda dengan mereka berdua, karena
tubuh mereka masih bisa sakit, kalau mereka harus berolahraga di bawah guyuran
air hujan.
“Tunggu dulu kalian! Mau pergi ke mana kalian!?”
Melihat anak muridnya yang ingin pergi meninggalkan
lapangan, Pak Hari segera menghentikan mereka.
“Kami mau ke kelas!”
Ren menjawab acuh tak acuh. Dia sama sekali tidak peduli
apa yang terjadi pada guru kelebihan bahan bakar itu, dia hanya ingin kembali
ke kelasnya sebelum badai menimpa tubuhnya.
“Tunggu dulu! Kenapa kalian ingin kembali ke kelas!?”
“Betul sekali! Apakah kalian tidak ingin membakar
semangat kalian!?”
“Kenapa kalian tidak membakar diri kalian sendiri saja!”
“Apa yang kau katakan!? Apakah kau tidak melihat api
semangat yang membara ini!?”
“Tidak, Aku mengatakannya secara harfiah, bukan secara
ungkapan! Dasar Guru Semangat bodoh!”
Saat Ren dan kawan-kawannya akan membuka pintu kelas,
mereka kemudian dihentikan oleh sebuah pengumuman yang sangat menakutkan.
“Ayolah kalian semua, apakah kalian lebih suka
mendapatkan pelajaran dari Bu Kartina selama sisa jam pelajaranku, dari pada
ikut pelajaranku?!”
Mereka semua berhenti bergerak. Mengikuti pelajaran
mematikan dari Bu Kartina atau mengikuti pelajaran melelahkan dari Pak Hari.
Mereka mulai memikirkan baik-baik tentang hal ini. Guru Semangat atau Nenek
Sihir.
Ren dan kawan-kawan kemudian membalikan badannya dan
menghadap kembali ke Pak Hari. Mereka kemudian dengan langkah berat berjalan
menuju tempat Pak Hari sedang berdiri.
“Yos! Sepertinya kalian telah kembali dengan
semangat!”
“Siapa juga yang sedang bersemangat?!”
“Benar! Kami hanya tidak ingin belajar dengan guru itu
lebih lama dari biasanya!”
“Benar sekali, Nenek Sihir itu memang menyebalkan!”
“Tidak hanya itu, dia juga menyeramkan!”
“Dia juga sering memberikan tugas yang sangat aneh
pada kami, bahkan lebih aneh dari olahraga ciptaanmu!”
“Jangan lupa dengan kata egois!”
“Galak!”
“Tua!”
“Sepertinya kalian sedang membicarakan sesuatu yang
sangat menarik, ya!”
“““Huwwwaaaaaa‼”””
Ren dan kawan-kawan langsung berteriak terkejut saat
mereka menyadari kalau di antara mereka telah berdiri seorang Nenek Sihir.
“Kenapa kau ada di sini, Nenek Sihir!?”
“Siapa yang kau panggil Nenek Sihir, Iblis Sialan!?”
“Apakah hal itu memang yang harus dikatakan oleh seorang
guru kepada muridnya!?”
“Seharusnya Aku yang mengatakan itu! Apakah hal itu
memang yang harus dikatakan oleh seorang murid kepada gurunya!”
“Kalau untukmu, kurasa itu memang pantas!”
“.....”
Tanpa mengatakan apapun lagi, Bu Kartina langsung
memukulkan tongkatnya ke arah kepala Ren, tapi untungnya Ren memiliki gerakan
refleks yang bagus, jadi dia bisa menghindari serangan itu.
“Hampir saja! Hei, Nenek Sihir! Itu tadi sangat
berbahaya, tahu!”
“Kalau kau masih memanggilku Nenek Sihir, Aku akan
pastikan kalau pukulanku nanti akan membuat kepalamu pecah!”
“Apakah itu memang sikap seorang pengajar yang baik!”
“Kalau untuk mengajarmu, tentu saja... ini memang
sikap yang seharusnya!”
“Kau ternyata hanya ingin membalasku, ya!”
“Tentu saja!”
Setelah mengatakan itu, Bu Kartina pergi meninggalkan
Ren dan kawan-kawan. Bu Kartina pergi bukan karena dia telah mengampuni Ren dan
kawan-kawan, tapi karena dia ingin menyiapkan sesuatu yang spesial untuk Ren
dan kawan-kawan saat jam pelajarannya dimulai nanti.
Saetelah kepergian Bu Kartina, Ren dan kawan-kawan
kembali menghadap ke arah Pak Hari yang sedang memasang pose kemenangannya.
Tangan kanan yang terangkat ke atas dengan jari telunjuk yang menunjuk langsung
ke arah langit, sedangkan tangan kirinya ada di pinggangnya, lalu ditambah
dengan senyuman cemerlangnya. Ren dan kawan-kawan hanya dapat melihat pose itu
dengan tampang bosan. Mereka sudah terlalu sering melihat pose yang sangat tidak
enak dipandang itu dari guru mereka.
“Aku menang!”
Mereka sebetulnya bingung kenapa guru itu mengatakan
kalau dirinya menang. Apakah dia baru saja masuk ke dunia khayalannya.
“Guru, kenapa guru membuat pose kemenangan agung milik
guru yang legendaris?”
Legendaris? Apanya yang legendaris dari pose itu,
bukankah itu hanya pose pasaran yang sudah sering dilakukan oleh orang banyak?
“Tentu saja itu karena Aku sudah bisa menjinakan
kalian semua! Jadi ini adalah kemenanganku!”
“““JANGAN PERLAKUKAN KAMI SEPERTI BINATANG!”””
Ren dan teman-temannya dengan kompak meneriakan hal
itu.
“Lalu Aku juga telah...”
“Sudah cukup! Kita mulai saja pelajaran kita sebelum
awan cumulonimbus di sana sampai ke sini!”
Ren dengan cepat menghentikan ocehan gurunya, sebelum
gurunya sempat mengatakan hal yang lebih membingungkan lagi.
“Sepertinya kalian sudah tidak sabar menunggu
pelajaran dariku... itulah semangat yang kuinginkan dari kalian. Semangat
belajar!”
“““SUDAH MULAI SAJA PELAJARANNYA‼”””
Ren dan kawan-kawan meraung marah. Mereka sudah tidak
tahan lagi mendengar semua ocehan guru mereka yang satu itu. Mereka ingin
cepat-cepat menyelesaikan pelajaran darinya, sebelum awan cumulonimbus datang
ke tempat mereka berada.
Setelah itu, Pak Hari membawa semua muridnya ke
lapangan Basket. Tentu saja mereka heran saat diri mereka dibawa ke lapangan
Basket. Kira-kira permainan gila macam apa yang akan mereka mainkan di sini.
Mereka semua bisa membayangkan kalau mereka akan terkena masalah, karena
memainkan permainan dari Guru mereka itu, padahal mereka sama sekali belum
melihat seperti apa permainan itu.
Mereka memikirkan itu bukan tanpa alasan. Mereka masih
sangat ingat masalah apa saja yang mereka alami, karena mereka memainkan
permainan gila dari Pak Hari.
“Hei, Guru Semangat! Permainan gila macam apa lagi
yang sedang kau pikirkan saat ini?”
“Oh, jadi kau sudah tidak sabar, ya... baiklah, kita
mulai saja permainannya!”
Setelah itu Pak Hari mengambil sebuah bola Voli, bukan
bola Basket. Apa yang akan dilakukan oleh Pak Hari dengan bola Voli di lapangan
Basket? Mereka sudah yakin kalau itu akan menjadi jenis olahraga baru yang
diciptakan oleh Pak Hari.
“Peraturannya mudah.... kalian hanya perlu memasukan
bola ini ke dalam keranjang, tapi karena ini adalah bola Voli, maka kalian akan
menggunakan teknik-teknik Voli untuk memasukan bola ini ke dalam keranjang!”
“Teknik voli? Maksudmu passing, smash, dan
sejenisnya?”
“Betul sekali, Alian! Kalian boleh menggunakan teknik
Voli apapun yang bisa kalian gunakan!”
“Lalu bagaimana jika bolanya keluar dari lapangan?”
“Pertanyaan yang bagus, Soni! Kalau kalian melakukan out maka bola akan dimasukan kembali
dengan menggunakan teknik servis oleh
tim lawan!”
Peraturan yang cukup mudah. Ren dan kawan-kawan dapat
mengerti dengan baik apa yang akan mereka mainkan, tapi mereka sedang menunggu sesuatu.
Sesuatu yang akan membuat diri mereka kerepotan.
“Lalu peratuan terakhirnya adalah para pemainnya, tim
laki-laki 5 orang melawan tim perempuan 7 orang!”
“““Tunggu dulu! Kenapa kami harus melawan mereka!?”””
“Karena itu menyenangkan!”
Para lelaki langsung protes dengan keputusan yang
dibuat oleh Pak Hari (Meski itu sebenarnya percuma, karena Pak Hari tidak akan
mendengarkan mereka). Mereka tidak menyangka kalau guru mereka akan menyuruh
mereka untuk melawan perempuan di kelas mereka dengan alasan kalau itu
menyenangkan. Mereka tidak ingin melawan para perempuan, bukan karena mereka
adalah lelaki jantan yang tak ingin melawan perempuan, tapi karena perempuan di
kelas mereka adalah perempuan yang sangat agresif.
Mereka kemudian melihat ke arah para perempuan. Grace
dengan palu besarnya, Putri dengan tatapan tajamnya, Aliska dengan ucapan
gilanya, lalu The Sisters dengan wajah yang terlihat seperti mereka ingin
melakukan hal-hal yang sangat menakjubkan pada tubuh Alian, lalu yang terakhir
adalah Liliana dengan wajah malu-malunya. Ren dan teman-teman lelakinya
langsung terpesona saat mereka melihat wajah malu-malu milik Liliana. Mungkin
hanya Liliana yang pantas disebut perempuan sejati di antara semua perempuan di
kelas F.
“Hei, Guru Semangat... Apakah Pria Cantik ini akan
masuk ke tim lelaki atau tim perempuan?”
“Pertanyaan yang masuk akal juga...hmmm... karena dia
berjenis kelamin pria, meski memiliki penampilan perempuan, kurasa dia akan
masuk ke tim lelaki!”
Dengan begitu Soni sekarang masuk ke dalam tim
laki-laki dan berdiri di barisan yang dipimpin oleh Ren.
“Baiklah... sekarang tim lelaki bisa berdiskusi
tentang siapa pemain yang akan bermain dalam permainan ini, lalu untuk kedua
tim, kalian juga bisa berdiskusi tentang strategi macam apa yang kalian
terapkan dalam permainan kali ini!”
Karena tim perempuan memang hanya memiliki 7 pemain,
maka mereka tidak perlu berdiskusi lagi tentang siapa yang akan maju untuk
menghadapi tim lelaki, mereka hanya perlu membicarakan strategi macam apa yang
akan mereka terapkan untuk melawan strategi licik milik Ren.
Tapi berbeda dengan tim perempuan yang sangat tenang,
tim lelaki malah terlihat sangat ribut menentukan siapa yang akan bermain di
permainan ini.
“Yos, biarkan Aku yang menjadi pemain inti. Fire!”
Sebelum orang lain, Raya telah menyatakan dirinya
untuk ikut permainan ini sebagai bagian dari tim inti. Sedangkan Ren nampak
sedang berpikir dengan keras tentang siapa yang akan dia turunkan sebagai
pemain inti agar permainan ini tidak akan berakhir menjadi kekacauan yang akan
menyebabkan dirinya berada dalam masalah.
“Karena Aku adalah ketua kalian, maka Aku akan menjadi
kapten tim ini!”
“Maaf, Haryono... tapi yang menjadi ketua kita di sini
adalah si Iblis itu!”
“Siapa yang kau panggil Iblis, Bocah Anjing!”
“Tentu saja kau! Memangnya siapa lagi di sini yang
mirip dengan Iblis, selain dirimu!?”
Ren menghela nafasnya, tidak ada gunanya dia berdebat
tentang hal itu di sini. Dia tidak ingin kalah oleh siapapun, meski lawannya
adalah perempuan, jadi dia harus memikirkan baik-baik susunan pemainnya.
“Hei, Ren.... Aku juga ingin ikut sebagai tim inti...
karena setelah dipikir-pikirkan lagi, sepertinya permainan ini akan sangat
menyenangkan... Aku jadi tak sabar untuk menyentuh para gadis, tidak, maksudku
menyetuh bola itu! Ya, bola! Aku tidak sabar menyentuh bola-bola itu!”
Doni mengatakan itu dengan wajah yang memerah dan
hidung yang mengeluarkan darah. Ren dan teman-temannya tahu apa yang sedang
dipikirkan oleh bocah Mesum itu dan mereka juga bisa membayangkan bencana macam
apa yang akan terjadi pada mereka, jika mereka membiarkan bocah itu turun ke
lapangan.
“Baiklah... pemain yang akan kuturunkan adalah Bocah
Api, Bocah Anjing, Komandan Gadungan, Ayam Penakut, dan Pria Cantik.... kurasa
itu saja!”
“““Kenapa kami yang harus kau turunkan!?”””
Bran, Tony (Dengan suara pelan) dan Soni memprotes
keputusan Ren. Mereka tidak ingin turun ke lapangan dan menghadapi gadis-gadis
menakutkan itu.
“Kalau Aku menurunkan si Mesum, Aku yakin kita akan
mendapatkan masalah yang sangat besar... kalau Aku menurunkan si Alien, kurasa
dia akan mengalami saat-saat yang paling mengerikan baginya, tapi juga membuat
kita sangat iri padanya.... kita jelas tidak bisa mengharapkan apapun dari si
Beruang Hibernasi itu... kita juga akan mengalami masalah yang besar, jika Aku
menurunkan si Masocist.... jadi kurasa orang-orang yang kupilih tadi memang
sudah tepat untuk permainan ini!”
“Lalu kenapa kau tidak menurunkan dirimu sendiri?”
“Tentu saja karena Aku tidak ingin terkena masalah!”
“Lalu kau baik-baik saja, jika kami yang terkena
masalah.”
“Aku akan sangat senang saat melihat kalian dalam
masalah!”
“Dasar Iblis!”
Ren tidak mengatakan apapun untuk membalas si Bocah
Anjing. Dia hanya membubarkan para siswa lelaki dengan isyarat tangannya.
Kemudian para siswa yang telah dipilih oleh Ren mulai
berjalan menuju ke tengah lapangan. Para siswi juga ikut masuk ke tengah
lapangan, setelah mereka melihat para lelaki memasuki lapangan.
“Baiklah, sepertinya para perserta telah memasuki
lapangan... Aku yang akan menjadi wasit pertandingan ini, lalu batas waktu
pertandingannya adalah sampai matahari di sana tidak terlihat lagi!”
Kata Pak Hari sambil menunjuk ke awan cumulonimbus.
Ren dan kawan-kawan sudah lelah mengingatkan guru itu, jadi mereka hanya diam
saja tanpa membuat komentar apapun. Mereka akan menganggap kalau waktu
pertandingan selesai saat badai dimulai.
“Ren, kenapa kau tidak ikut bertanding? Kupikir Aku
akan bertanding melawanmu!”
“Maaf mengecewakanmu, tapi kami pasti bisa menang
dengan hanya orang-orang payah itu!”
“““Siapa yang kau panggil payah!?”””
“Diamlah... akan Aku ingatkan ini pada kalian, jadi
ingatlah baik-baik... Aku ingin kalian menang, kalau kalian tidak menang... Aku
akan membuat kalian tidak ingin hidup lagi di dunia ini. Jadi menanglah dengan
cara apapun!”
Mereka semua langsung ketakutan saat mendengar ancaman
dari Ren. Mereka sangat tahu kalau Ren benci kekalahan, jadi mereka tahu kalau
Ren mengatakan itu dengan sangat bersungguh-sungguh. Mereka tidak boleh sampai
kalah, kalau mereka memang masih ingin melihat hari esok.
Pak Hari kemudian melihat ke arah kedua tim secara
bergantian, sebelum akhirnya dia mengangguk dan memulai pertandingan ini.
“Baiklah... kedua tim telah siap di lapangan... jadi
pertandingan dimulai!”
Setelah mengatakan itu, Pak Hari melemparkan bola Voli
di tangan ke udara, sementara setiap pemain dari kedua tim mencoba untuk
mendapatkan bola itu.
Raya adalah orang yang pertama menangkap bola itu dan
langsung mengoper bola itu pada Grace.
“““Kenapa kau mengoper bolanya pada musuh?!”””
Semua teman-temannya, baik yang ada di lapangan dan
yang di pinggir lapangan, melancarkan protes pada Raya.
“Heh? Bukankah pada permainan bola Voli, kita memang
harus mengoper bolanya ke bagian daerah musuh? Fire!”
“Kalau permainan bola Voli biasa memang benar, tapi
tidak dalam permainan ini! Kau harus memasukan bola Voli itu ke dalam keranjang
yang ada di sebelah sana!”
Setelah Ren menjelaskannya, akhirnya Raya sadar kalau
dirinya telah membuat kesalahan besar.
“Jadi Aku telah membuat kesalahan besar. Fire!”
“Bisakah kau tidak mengatakan Fire!?”
Ren memegangi kepalanya yang pusing. Kenapa juga dia
harus memiliki teman yang tidak punya otak normal seperti Raya? Apakah di otaknya hanya ada kata ‘Fire’ dan
‘Semangat’ saja?
Sementara Ren sedang memarahi Raya, Grace kemudian
melakukan passing ke arah Putri
berada, lalu Putri melakukan passing
ke arah Aliska berdiri.
Permainan ini tidaklah semudah kelihatannya, karena
para pemain harus dengan cepat bergerak sambil mengoper bola pada sesama rekan
timnya, belum lagi mereka juga harus memasukan bola itu ke dalam keranjang,
jika mereka ingin mendapatkan poin. Ini jelas bukan perkerjaan yang mudah.
Seperti yang diharapkan oleh permainan yang diciptakan oleh guru itu.
Bola yang sekarang berada di tangan Nana dengan mudah
direbut oleh Bran, kemudian Bran melemparkan bola itu kepada Haryono, tapi
sebelum Haryono dapat menerima bola itu, tiba-tiba saja tubuhnya terkena
hataman palu besar dan terlempar keluar lapangan. Sedangkan bola yang ada di
udara dengan mudah ditangkap oleh Putri yang kemudian langsung mengopernya pada
Nini.
“Hei, wasit bukankah itu tadi pelanggaran!”
Dari pinggir lapangan, Ren memprotes kejadian di
depannya. Dia tidak terima kalau anggota timnya dilemparkan ke luar lapangan
begitu saja.
“Ada apa, Ren!? Pak guru tidak pernah mengatakan
apapun tentang Aku yang tidak boleh menggunakan palu untuk memukul lawanku!”
“Hn. Dia benar! Ini bukan pelanggaran, permainan
dilanjutkan!”
“Woi, apakah kau benar-benar seorang wasit!?”
Ren tidak bisa menerima apa yang terjadi pada anggota
timnya. Kalau Haryono cedera seperti itu, dia harus digantikan, tapi dia tidak memiliki
pemain yang cukup normal di sini yang dapat menggantikan posisi Haryono.
(Sebetulnya di tim Ren memang tidak ada pemain yang normal).
Ren kemudian menatap ke Alian yang langsung
mengalihkan pandangannya ke arah lain saat dirinya dilihat oleh Ren. Dia
mungkin satu-satunya orang yang cukup normal untuk menggantikan posisi Haryono.
“Alien... ini adalah saatnya kau bersinar... tunjukan
kejantananmu dan masuk ke lapangan!”
“Tidak mau! Aku tidak mau masuk ke lapangan dan
menjadi mangsa oleh salah satu dari mereka bertiga!”
“Tenang saja, kau tidak akan dimangsa oleh salah satu
dari mereka, karena mereka bertiga akan langsung memangsamu bersamaan!”
“Itu sama sekali tidak menenangkan diriku!”
Sementara Ren dan Alian sedang bertengkar di pinggir
lapangan, Grace menerima umpan dari Putri dan memasukan bola itu ke dalam
keranjang. 1-0 untuk kemenangan tim perempuan.
“Hei, Ren ada apa? Timmu benar-benar payah... kalau
seperti ini, timmu tidak akan bisa menang dari timku.”
“Diam, kau Putri! Kau hanya baru mencetak satu poin...
jadi jangan senang dulu!”
“Jadi kau tidak terima... lalu kenapa kita tidak
membuat taruhan saja, kalau Aku menang, maka kau harus bersedia menjadi
pelayanku untuk sisa hari ini... sedangkan jika kau yang menang, maka Aku akan
mengalah dan membiarkanmu melayani diriku selama sisa hari ini!”
“Bukankah hasilnya akan sama saja, baik jika Aku
menang atau kalah! Ini benar-benar tidak adil bagiku!”
“Tapi itu cukup adil untukku... atau apakah kau ingin
menjadikanku sebagai pelayanmu, jika timmu berhasil mengalahkan timku...
memangnya apa yang akan kau minta dariku, kalau Aku menjadi pelayanmu? Apakah
itu mungkin adalah layanan khusus tengah malam?”
“Layanan khusus tengah malam!?”
Orang yang bereaksi karena perkataan Putri bukanlah
Ren, tapi Grace. Wajahnya saat ini benar-benar merah.
“Layanan khusus tengah malam apa yang dia maksud,
Ren!? Apa mungkin itu maksudnya adalah layanan itu!?”
“Sebetulnya layanan apa yang ada di kepalamu?”
Ren menatap bingung ke arah Grace. Wajahnya sangat
merah, tapi dia juga tersenyum dalam arti yang tidak bisa dimengerti oleh Ren.
Memangnya apa yang sedang dipikirkan oleh Grace saat ini?
“Ka-kalau begitu, Ren... Aku juga akan membuat taruhan
denganmu, kalau tim lelaki menang, maka Aku akan menjadi pelayanmu sepanjang malam,
sedangkan jika tim perempuan menang, kau harus menjadi pelayanku malam ini!”
“Aku merasa kalau Aku akan berada di posisi yang tidak
menyenangkan, baik jika Aku kalah atau menang. Jadi Aku menolaknya!”
Ini adalah perasaan jujur Ren. Dia benar-benar merasa
kalau dia menerima taruhan itu, dia akan berada dalam bahaya, baik dia menang
ataupun kalah.
“Alian sayangku... bagaimana jika kita membuat taruhan
juga!?”
“Benar, Alian cintaku... bagaimana jika kami menang,
kau akan menyerahkan tubuhmu pada kami!”
“Benar, Alian suamiku... dan jika kami kalah, kami
akan menyerahkan tubuh kami padamu!”
“Tidak, Aku tidak mau! Maaf saja, meskipun Aku memang
populer dan sangat disukai oleh banyak orang, tapi Aku masih ingin tetap ingin
menjaga kesucianku sampai Aku menikah nanti!”
Alian dengan cepat memegangi selakangannya. Dia tidak
ingin kehilangan martabatnya oleh ketiga gadis itu.
Sementara Alian yang dengan mati-matian mencoba
melindungi harga dirinya. Ren menatap rekan setimnya yang tersisa di lapangan;
Tony yang sedang meringkuk ketakutan; Bran yang menatap takut-takut pada
‘mayat’ Haryono; Raya yang masih nampak tidak percaya dengan kesalahan yang dia
lakukan; Soni yang sedang merias dirinya (sebetulnya kenapa dia merias dirinya
di tengah pertandingan?); lalu Haryono yang telah menjadi ‘mayat’ di pinggir
lapangan. Mereka semua tidak bisa diharapkan.
Dia tidak ingin kalah, bagaimanapun juga harga dirinya
tidak akan membiarkan dirinya kalah dari mereka. (Meski sebenarnya Ren sudah
tidak memiliki harga diri lagi). Dia harus memikirkan sebuah rencana licik yang
bisa membuat mereka bertekuk lutut di hadapannya. (Benarkan, dia memang tidak
memiliki harga diri).
“Time Out!”
“Tidak ada Time Out!”
“Kau diam saja, dasar Guru Semangat sialan!”
Setelah mendengar Ren mengucapkan Time Out, seluruh
anggota timnya kembali berkumpul di dekat Ren. Hanya Flan (Yang sedang
berhibernasi) dan Haryono (Yang telah tewas dalam pertempuran) yang tidak
berkumpul di dekat Ren.
“Apa rencana kita selanjutnya... kalau begini terus,
maka kesucianku akan lenyap!”
Alian bertanya dengan wajah ketakutan. Dia sesekali
akan melihat ke arah ketiga siswi yang sedang sangat bernafsu kepadanya.
“Aku tahu dan tentu saja kami tidak akan membiarkan
hal itu terjadi, benar begitu, kan?!”
Ren menganggukan kepalanya untuk menbalas perkataan
dari Bran. Mereka membantu Alian, bukan karena mereka prihatin dengan
keadaannya, tapi lebih karena rasa cemburu mereka.
“Aku juga akan berada di situasi yang berbahaya, jika
keadaan ini terus berlanjut! Jadi Aku telah memikirkan semacam rencana untuk
membuat kita terlepas dari situasi seperti ini!”
“Apakah rencanamu adalah membiarkan diriku menyentuh seluruh
bagian tubuh mereka sampai membuat mereka menyerah dan bertekuk lutut?!”
“Mesum, Aku tahu bagaimana berbahaya keadaan kita
nanti, kalau kita membiarkan dirimu melakukan segala keinginanmu dengan bebas!”
Doni langsung duduk terkulai saat dia mendengar
perkataan Ren. Itu berarti dia gagal lagi untuk mencapai tujuan hidupnya.
“Aku dan Alien akan berada dalam situasi bahaya, baik
jika kita menang atau kalah... kalau memang begitu keadaannya, maka kita hanya
perlu hasil seri untuk menghindari situasi terburuk!”
“Lalu apa rencanamu untuk membuat hasil pertandingan
ini seri, Iblis? Bukankah kau sudah tahu kalau kita sudah kebobolan satu poin,
kita harus bisa memasukan satu poin dan terus bertahan, jika kita ingin hasil
seri... jujur saja, Aku benar-benar ketakutan di sini, jadi bisakah kau
memberikan ide yang baik!”
“Tentu saja, serahkan padaku!”
“Ketua Iblis, kenapa kau menyeringai!?”
“Itu hanya kebiasaanku, jangan dipedulikan!... kembali
ke rencana kita, pertama kita harus mengganti susunan pemain kita, karena
Komandan Gadungan sudah tewas sedangkan Ayam Pengecut hanya bisa gemetaran,
maka kita harus mengganti mereka berdua!”
“Syu-syukurlah...”
“Kau mau mengganti mereka berdua dengan siapa? A-aku
harap kau tidak mengganti mereka berdua dengan orang yang lebih aneh dari
mereka berdua!”
“Hei, Bocah Anjing, hanya perasaanku saja, atau kau
sebetulnya memang sedang sangat ketakutan saat ini!”
“Ke-kenapa kau bicara seperti itu!?”
“Karena kakimu saat ini sedang gemetaran dan kau
mengatakan kalau kau tidak ingin orang yang lebih aneh dari mereka berdua
masuk, padahal kau sebenarnya ingin orang yang lebih aneh dari mereka berdua masuk
ke lapangan... kau mengatakan kalau kau tidak ingin, itu karena kau tahu kalau
Aku tidak akan mengabulkan permohonanmu, jadi kata ‘tidak ingin’ sama dengan
kata ‘ingin’... lalu orang yang paling aneh dari mereka berdua adalah si Masocist...
jadi kesimpulannya adalah, kau ingin menggunakan si Masocist sebagai perisai
untuk melindungi dirimu sendiri!”
“Bagaimana kau bisa mengetahui semua itu?!”
“Karena kalau Aku jadi kau, maka Aku akan memikirkan
hal yang sama!”
“Kita lupakan saja Bocah Anjing itu... Jadi Ketua
Iblis, siapa yang akan kau masukan?”
“Pria Cantik... Aku tidak tahu kenapa, tapi Aku bisa
melihat matamu berkilauan!”
“Itu hanya imajinasimu saja!”
“Be-begitukah... lalu pemain yang masuk adalah Aku dan
Alien!”
“Tu-tunggu dulu, Iblis!”
“Ada apa lagi?”
“Kenapa harus Aku yang masuk?! Bukankah kau sudah tahu
kalau Aku bisa dalam posisi yang sangat berbahaya, jika Aku turun ke lapangan!”
“Hn, tentu saja... Aku malah berharap kau memang masuk
ke dalam posisi itu!”
“Heee!?”
“Kalau kau masuk ke dalam posisi berbahaya itu... maka
kau akan berhadapan dengan The Sister, itu artinya kau akan berhadapan dengan 3
orang, jadi Aku berharap kau bisa menahan mereka bertiga agar jumlah pemain di
lapangan antar kedua tim sama.”
“Jadi kau bermaksud untuk mengorbankan diriku!”
“Agak mengerikan jika kau menyebutnya mengorbankan
diri, kurasa akan lebih baik jika kau menyebut ini sebagai misi bunuh diri!”
“Bukankah itu jauh lebih mengerikan!?”
“Baiklah, rapat strategi selesai!”
“Tunggu Iblis, dengarkan Aku sebentar saja!”
Tidak ada yang mendengarkan jeritan Alian, semua
teman-temannya langsung bubar seperti yang diperintahkan oleh Ren. Mereka sama
sekali tidak peduli dengan apa yang akan terjadi pada Alian.
“Aku dan Alian akan masuk menggantikan Haryono dan
Tony!”
Ren mengatakan itu pada tim para gadis. Para gadis
yang mendengar pengumuman dari Ren langsung menganggukan kepala mereka untuk
menunjukan kalau mereka setuju dan membiarkan Ren dan Alian ikut dalam permainan.
“Akhirnya kau ikut juga dalam pertandingan ini, Ren!”
Putri mengatakan itu dengan nada memprovokasi, tapi
Ren sama sekali tidak menanggapi perkataannya, dia hanya fokus pada rencananya.
“““Halo, Alian sayang... sebentar lagi kita akan
bersenang-senang di sini!”””
Tubuh Alian langsung merinding saat dia mendengar
suara ketiga gadis itu yang terdengar kompak untuk mencoba mengambil hal yang
sangat berharga darinya.
“Baiklah... dengan ini operasi dimulai!”
OPERASI
MEMBUAT HASIL PERTANDINGAN INI MENJADI SERI :
DIMULAI!
“Semuanya ke posisi kalian masing-masing!”
Setelah Ren memerintahkan itu, semua orang di timnya,
kecuali Alian, langsung mundur ke area lapangan paling belakang. Alian yang
melihat hal itu langsung mendapatkan firasat yang sangat buruk.
“Tunggu dulu! Kenapa kalian malah mundur?”
Setelah mendengar pertanyaan sekaligus protes dari
Alian, Ren menunjukan seringainya dan mengatakan jawabannya dengan lantang.
“Karena ini adalah rencananya! Sekarang kalian bertiga
bisa melakukan hal sesuka kalian pada orang itu!”
“Tunggu dulu, Iblis! Apakah kau benar-benar berniat
untuk mengorbankan diriku dalam rencanamu!?”
“Bukankah Aku sudah mengatakannya sebelum ini? Kau
akan menahan ketiga gadis itu agar jumlah pemain di kedua tim sama!”
“Jadi kau serius!”
“Aku tidak pernah bercanda!”
Alian dengan takut-takut melihat ke arah The Sisters
yang sedang menatapnya dengan tatapan yang sangat menakutkan. Alian tahu kalau
dia harus cepat-cepat keluar dari lapangan, sebelum dia berakhir mengenaskan.
Jadi sebelum ketiga gadis itu menangkapnya, Alian telah berlari keluar lapangan
terlebih dahulu.
“Tunggu, Alian sayangku!”
“Tunggu, Alian cintaku!”
“Tunggu, Alian suamiku!”
“Tidak mau!”
Mereka berempat kemudian berlari dengan sangat cepat
meninggalkan Ren dan yang lain yang masih berada di lapangan. Setelah
memastikan kalau Alian sudah berada sangat jauh dari tempatnya berada, Ren lalu
menganggukan kepalanya pada rekan timnya yang lain.
“Yos... dengan ini jumlah pemain dalam kita sama,
empat lawan empat!”
“Ren, kau curang!”
“Aku tidak curang, mereka sendiri yang lari dan
mengejar si Alien!”
“Oh, begitu, ya.... sepertinya kau memang tidak bisa
diremehkan.”
Putri sangat kagum dengan daya pemikiran Ren. Padahal
beberapa saat yang lalu dia sedang terpojok, tapi sekarang dia bisa membuat
strategi serangan balik yang sangat efektif pada tim para gadis. Sekarang
mereka sudah kehilangan 3 pemain, sedangkan lawan mereka hanya kehilangan satu
pemain, jadi jumlah anggota tim mereka sekarang seimbang. Tidak, jika
dipikirkan lagi, Liliana sama sekali tidak bisa berolahraga, jadi jumlah aggota
tim mereka hanya 3, jadi ini adalah situasi 3 lawan 4. Tim Putri langsung
terpojok, karena strategi Ren berhasil.
Lalu bagaimana caranya dia membalas strategi Ren. Bola
saat ini ada di tangannya, karena semua anggota tim lelaki berada di area
paling belakang di wilayah mereka dan tak ada seorangpun yang berebut bola
dengannya. Timnya unggul satu poin dari tim lawan, jadi dia hanya perlu
mempertahankan bola ini di tangannya untuk meraih kemenangan.
Tapi masalah terbesarnya saat ini adalah Ren, dia
pasti telah memikirkan semacam rencana untuk mengambil bola di tangannya dan
memasukan bola ini ke dalam keranjang.
“Bocah Api awasi si Gadis Khayalan, lalu Pria Cantik,
kau akan mengurus si Gadis Palu... sedangkan Bocah Anjing dan Aku akan mencoba
merebut bola dari si Gadis Siluman yang berada di sana!”
“Baik!”
“Fire!”
“Tunggu, ketua Iblis! Kenapa Aku harus kebagian bagian
yang paling sulit!”
“Itu sudah nasibmu, terima saja!”
“Aku tidak mau menerima nasib seperti ini!”
Mengabaikan teriakan menyakitkan Soni, Ren dan rekan
setimnya yang lain telah mengambil posisi mereka masing-masing. Raya sedang
mengahalangi Aliska, Soni dengan ketakutan terus menghindari serangan palu dari
Grace, sedangkan Ren dan Bran sedang berkerja sama untuk mengambil bola dari
tangan Putri.
Putri terus melakukan passing atas, tapi dia tidak tahu harus mengoper bolanya pada
siapa, karena tidak ada satupun dari rekan setimnya yang berdiri bebas, selain
Liliana. Putri tidak mengoper bolanya ke Liliana, bukan karena Liliana tidak
pandai berolahraga, tapi karena Putri takut itu adalah bagian dari rencana Ren.
Membiarkan satu dari rekan tim lawannya yang paling tidak bisa berolahraga
untuk berdiri bebas agar membuat Putri berpikir kalau dia harus mengoper
bolanya pada orang itu, lalu setelah Putri mengoper bolanya, maka Ren dengan
cepat akan mengambil bola tersebut. Trik yang sederhana, tapi terasa cukup
efektif untuk digunakan.
Putri tidak bisa hanya terus melakukan passing, karena dia tahu kalau bola itu
bisa saja lepas dari tangannya kapan saja. Kalau Putri kehilangan bola ini,
maka kemungkinan dia untuk kalah akan semakin membesar. Putri akan berusaha
untuk mencegah hal itu terjadi apapun biayanya.
“Ayolah, Putri... apakah kau tidak bosan terus
melakukan passing?”
“Jangan bercanda, Ren... asal kau tahu saja, Aku tidak
suka kalah dalam permainan, apalagi jika lawannya adalah kau!”
“Begitukah, kalau begitu kita sama di sini, Aku juga
tidak suka kalah, apalagi kalau lawanku adalah orang seperti dirimu!”
Ren dan Putri saling mengeluarkan seringai mereka.
Setelah itu Ren berlari menerjang ke arah Putri, tapi Putri berhasil mengelak
dari Ren, tapi sebelum Putri dapat mengelak, Ren telah mengatakan sesuatu yang
lain.
“Putri, kalau kau mengelak dari seranganku, maka Aku
akan menyuruh si Bocah Anjing untuk memelukmu dan mengerayangi tubuhmu!”
“Tunggu dulu! Kenapa harus Bran yang memeluk dan
mengerayangi mengerayangi tubuhku? Kenapa tidak kau saja?”
“Karena Aku tidak ingin tertimpa hal buruk karena
melakukan hal itu!”
“Kalau begitu kau tidak masalah jika Aku yang tertimpa
hal buruk karena itu!”
Ren mengabaikan protes dari Bran yang nampak sangat
tidak puas dengan keputusan yang diambil oleh Ren tanpa persetujuan darinya.
Kenapa juga dia harus melakukan hal itu pada Putri? Sebetulnya dia senang jika
dia bisa memeluk tubuh seorang gadis dan mengerayanginya, tapi Bran yakin kalau
dirinya tidak akan dapat melihat hari esok lagi, jika dia berani menyentuh
tubuh Putri. Tapi sepertinya mati setelah memeluk seorang gadis akan jauh lebih
baik dari pada mati tanpa pernah memeluk seorang gadis seumur hidupnya.
Putri mengalami dilema. Kalau boleh memilih antara Ren
dan Bran yang boleh memeluk tubuhnya, maka Putri akan memilih Ren, tapi kalau
dia membiarkan Ren memeluknya maka Ren akan mengambil bola dari dirinya, lalu
dirinya akan kalah. Dan Putri sangat membenci kekalahan.
Saat Putri sedang sibuk dengan pikirannya, Ren telah
tiba di depannya dan mencoba mengambil bola darinya, sedangkan di belakang Ren
sudah ada Bran yang bersiap untuk memeluk Putri, jika Putri tidak menyerahkan
bolanya pada Ren.
Putri segera melepaskan bolanya dan membiarkan Ren
mengambil bola itu. Ren dengan sigap mengambil bola yang dilepaskan oleh Putri,
sedangkan Putri langsung menghindari Bran yang akan memeluk dirinya.
Ren yang telah mengambil bola dengan cepat membawa
bola itu melewati Liliana. Liliana yang memang tak ahli dalam olahraga hanya
dapat membiarkan Ren melewati tubuhnya begitu saja, dia bahkan tidak bisa menghambat
Ren sedetikpun.
Grace sebetulnya ingin cepat menghentikan Ren yang
telah membawa bola Voli itu ke keranjang, tapi dia tidak bisa karena ada
seorang bocah berwajah manis di depannya yang menghalangi langkahnya. Dia sudah
mencoba berkali-kali memukul bocah itu dengan palunya, tapi bocah itu selalu
saja bisa menghindari serangannya dengan gerakan yang gemulai.
“Bisakah kau diam dan membiarkanku memukulmu!”
“Mana bisa Aku melakukan itu?!”
Soni tidak mungkin menuruti hal itu, karena dia masih
belum ingin mati. Masih ada banyak hal yang ingin dia lakukan, jadi dia tidak
boleh mati di sini.
Grace terus mengayunkan palunya dan Soni terus
menghindar, mereka terus melakukan itu selama Ren membawa bola.
Di sisi lain dari Grace dan Soni yang sedang bermain
menyerang dan menghindar, Raya dan Aliska juga sedang melakukan permainan
mereka sendiri.
“Semangat adalah kekuatan, sedangkan kekuatan adalah
semangat... jadi siapapun yang tidak bisa menandingi semangatku, maka dia tidak
akan dapat mengalahkanku. Fire!”
“Nenekku berkata... kalau wanita adalah mahluk terkuat
di dunia, jadi kalau kau bukan wanita, maka kau tidak akan bisa mengalahkanku!”
Setelah mengatakan itu, mereka berdua memasang pose
bertarung mereka masing-masing. Tentu saja pose yang mereka lakukan sama sekali
tidak keren dan terkesan memalukan.
“Wanita yang tidak memiliki semangat adalah wanita
yang lemah... jadi kalau kau bukan wanita bersemangat, maka kau hanyalah mahluk
lemah yang tidak memiliki gairah. Fire!”
“Gairah dan semangat adalah bagian dari wanita, jadi
Aku bukanlah mahluk yang lemah sama sekali!”
Mereka berdua kemudian merubah pose bertarung mereka.
Tentu saja, pose mereka kali ini juga tidak kalah memalukannya dengan pose
mereka buat sebelumnya.
Setelah itu mereka berdua terus mengatakan hal yang
tidak dapat dimengerti dan membuat pose yang lebih memalukan dari yang
sebelumnya. Mereka bahkan sampai tidak memperhatikan keadaan di sekitar mereka,
karena mereka terlalu fokus dalam membuat kata-kata dan pose yang menurut
mereka ‘keren’.
Mereka berdua bahkan tidak menyadari kalau Ren telah
memasukan bola Volinya ke dalam keranjang musuh dan mencetak satu poin. Semua
rekan setim Ren langsung merayakan masuknya bol Voli itu ke dalam keranjang
musuh.
Sementara teman-temannya sedang merayakan satu poin
yang mereka dapatkan, Raya masih saja sibuk dengan membuat pose ‘keren’nya di
depan Aliska yang juga sedang menunjukan pose ‘keren’nya.
Ren sempat melihat ke arah Raya dan Aliska yang sedang
membuat pose-pose aneh, tapi karena dia merasa kalau tidak ada gunanya
menggangu mereka dan akan lebih baik membiarkan mereka, maka Ren memutuskan
untuk berpura-pura tak melihat mereka dan membiarkan mereka melakukan apa yang
mereka sukai.
“Semua berkumpul!”
Ren kembali memanggil semua anak buahnya. Semua teman
sekelas Ren yang laki-laki segera berkumpul di sekitar Ren, kecuali Alian (yang
sedang menyelamatkan dirinya), Raya (yang sibuk dengan pose anehnya), Flan
(yang masih berhibernasi), dan Haryoni (yang telah dibawa ke ruang unit gawat
darurat).
“Baiklah, rencana kita selanjutnya adalah
mempertahankan poin kita... kita tidak perlu mencetak skor lagi, jadi kita akan
mengubah formasi kita!”
Ren melihat sisa orang yang bisa dia gunakan. Ren
sedang memikirkan siapa saja yang sebaiknya dia masukan ke dalam lapangan dan
menjadi tameng hidup untuk melindungi keranjang mereka.
“Kurasa Bocah Api, Pria Cantik, dan si Alien akan
tetap berada di lapangan... setelah melihat perfoma mereka di lapangan, kurasa
kita memang tak perlu menganti mereka.... lalu yang akan mengantikanku dan si
Bocah Anjing adalah si Mesum dan si Masocist!”
“Baiklah, ini saatnya Aku beraksi!”
“Apakah Aku akan mendapatkan sesuatu yang menakjubkan!”
Untuk suatu alasan Maso dan Doni nampak sangat
bersemangat, berbeda dengan teman sekelasnya yang lain. Meski Ren mengetahui
alasan kenapa mereka berdua nampak bersemangat, tapi Ren justru membenci
dirinya sendiri karena mengetahui hal tersebut.
“Aku lega jika Aku bisa istirahat dari permainan
mematikan ini.”
“Kau mungkin bisa lega, tapi bagaimana denganku... Aku
masih harus menghadapi cobaan yang sulit!”
“Tenang Pria Cantik... coba lihat awan di sebelah
sana, awan itu sudah hampir sampai ke sini, jadi waktu permainan ini akan
segera habis dan kita bisa terbebas dari pelajaran Guru Semangat itu!”
“Tapi tetap saja...”
“Kau tidak perlu takut, lawanmu kali ini bukan si
Gadis Palu, melainkan si Putri Salju... kau cukup mengawasinya dan memastikan
dia tidak melakukan gerakan yang akan membuat kita kesusahan... lalu Masocist
lawanmu adalah si Gadis Palu, kau hanya perlu berlari ke arahnya, lalu dipukul,
lalu kembali lagi berlari ke arahnya. Kau hanya perlu melakukan itu berulang
kali sampai permainan berakhir.... lalu tugas si Mesum adalah menghadang gadis
manapun yang mendekati ke wilayah kita, kau tidak perlu ragu, siapapun yang
mendekat, langsung saja kau peluk... apakah kalian semua sudah mengerti!”
“““Ya, Iblis!”””
“Jangan panggil Aku Iblis!”
Setelah itu semua orang kembali membuburkan diri
mereka, karena telah diganti Ren dan Bran hanya menonton dari samping bersama
rekan timnya yang masih selamat. Sedangkan para pemain yang dipilih oleh Ren
kembali ke lapangan dengan berbagai ekspresi di wajah mereka. Ren sendiri juga
tidak tahu apa arti dari ekspresi wajah yang mereka tunjukan.
“Ada apa, Ren? Kenapa kau malah keluar dari
permainan?”
Karena melihat Ren yang masih berdiri di luar lapangan
dan ada lima pemain dari kubu lawan, maka Putri bisa menebak kalau Ren telah
digantikan.
“Tidak ada apa-apa! Aku hanya merubah strategiku!”
Ren menjawab jujur, dia memang hanya merubah
rencananya dan tidak berencana melakukan hal lain. Setelah itu Ren melihat ke
arah langit atau lebih tepatnya awan cumulonimbus yang semakin mendekat, Putri
juga melihat ke arah Ren melihat. Beberapa detik setelah itu, Putri menyadari
apa yang sedang dipikirkan oleh Ren.
“Teman-teman! Rencana musuh hanyalah menunda-nunda
waktu permainan! Mereka ingin permainan ini berakhir seri saat awan itu sampai
ke sini!”
Putri segera berteriak pada rekan timnya yang masih
berada di lapangan, Grace dan Liliana. Ya, hanya ada mereka bertiga di
lapangan, Aliska saat ini sedang memasuki ronde kedua dari pertandingannya
sendiri dengan Raya, sedangkan The Sister masih sibuk mengejar-ngejar Alian
yang sedang berusaha menyelamatkan masa depannya.
“Sial! Sepertinya rencanaku ketahuan!”
Ren mulai menyesali dirinya yang sempat menatap ke
arah awan tadi. Kalau dia tidak menatap awan itu, maka rencananya tidak akan
ketahuan oleh pihak musuh.
Meskipun rencananya telah ketahuan oleh Putri, tapi
nampaknya Ren tetap akan melaksanakan rencananya yang telah dia pikirkan
baik-baik.
“Semuanya, berdirilah di posisi kalian masing-masing!”
Mendengar perintah Ren, setiap anggota tim lelaki di
lapangan segera berdiri di posisi mereka masing-masing. Doni berdiri di depan
tiang keranjang dan bersiap untuk menangkap gadis manapun yang datang ke
arahnya. Lalu Soni berdiri di garis tengah lapangan untuk bersebut bola dengan
Putri. Sedangkan Maso telah bersiap di dekat Grace untuk menerima setiap
serangan yang akan dilancarkan oleh Grace.
“Baiklah, ini dia!”
Setelah mengatakan itu, Pak Hari melemparkan bola di
tangannya ke udara. Sedangkan Soni dan Putri segera berebut bola itu.
Putri dengan mudah mengambil bola itu sebelum Soni
dapat menjangkaunya. Tapi Putri tidak langsung membawa bola itu ke garis depan,
dia memegangi bola itu sebentar sambil berpikir. Soni hanya diam saat dia
mengamati Putri yang sedang berpikir, dia takut kalau dia langsung mendekati
gadis itu, dia akan langsung dihajar oleh gadis itu.
Kenapa Ren lebih memilih untuk mempertahankan hasil
seri, dari pada mencari kemenangan? Putri memikirkan pertanyaan itu di dalam
kepalanya. Pasti ada semacam alasan kenapa orang seperti Ren mau memilih hasil
seri, ketimbang hasil menang. Setelah beberapa detik berpikir, akhirnya Putri
menemukan jawabannya.
“Begitukah... akhirnya Aku mengerti...”
Ren langsung merinding saat dia mendengar gumaman
Putri. Apakah Putri telah menyadari sesuatu tentang pertandingan ini yang dapat
membalikan keadaan saat ini?
“Ren! Aku sekarang mengerti alasanmu!”
Putri mengeluarkan seringainya yang membuat Ren
ketakutan. Apa yang sedang dipikirkan olehnya saat ini? Ren sangat ketakutan
saat dia mencari jawaban dari pertanyaan itu. Jawaban yang sedang dicarinya,
akhirnya muncul saat dia mendengar kalimat berikutnya yang keluar dari mulut
Putri.
“Pak guru, kami memutuskan untuk menyerah!”
“Tunggu! Kenapa kau malah menyerah!?”
Ren tidak habis pikir, kanapa Putri tiba-tiba
menyatakan dirinya menyerah, padahal Ren tahu kalau diri gadis itu sangat
membenci kekalahan?
“Benar sekali! Kau masih terlalu muda untuk menyerah,
masih ada banyak hal yang harus kau pelajari sebelum menyerah! Kau tidak boleh
langsung menyerah, hanya karena kau akan kalah!”
Putri mengabaikan kata-kata Pak Hari dan berjalan ke
arah Ren. Ren mencoba lari darinya, tapi terlambat, sebelum Ren dapat
menyadarinya, Putri telah memeluk lengannya dengan sangat kuat.
“Karena Aku bisa bersenang-senang dengan Ren, kalau
Aku menyerah... kau masih ingat dengan taruhan kita sebelumnya, bukan?”
Tentu saja Ren ingat, bagaimana mungkin Ren bisa
melupakan taruhan yang mengerikan itu.
“Tapi itu hanya berlaku, jika kau bertanding dengan
serius!”
“Aku bertanding dengan serius, kok... Aku hanya
mengakui kekalahanku, karena Ren begitu cerdas dan kuat!”
“Sama sekali tidak! Aku sama sekali tidak cerdas
ataupun kuat seperti dugaanmu!”
Ren mencoba mundur, tapi lengannya dengan kuat ditahan
oleh Putri. Dia tidak bisa melarikan diri dari cengkraman gadis cantik di
dekatnya itu.
“Kau tidak perlu malu Ren! Aku akan dengan senang hati
akan melayanimu malam ini!”
“Sama sekali tidak! Aku sama sekali tidak ingin
dilayani olehmu! Aku hanya ingin tidur dengan damai malam ini dan bisa melihat
matahari terbit keesokan harinya!”
“Kau pasti bisa melihat matahari terbit besok, Aku
jamin hal itu!”
“Tapi Aku tidak akan bisa tidur dengan damai malam
ini, bukan!? Jadi Aku tetap tidak ingin dilayani olehmu!”
Ren masih dengan susah payah mencoba melepaskan
dirinya dari cengkraman Putri. Tapi semakin Ren mencoba memberontak, semakin
kuat pula cengkraman Putri pada dirinya.
“Ketua Iblis, maaf mengganggu kesenanganmu! Tapi
sebentar lagi awan cumulonimbus itu sudah hampir sampai di sini!”
“Tenang saja, Bocah Anjing, kau sama sekali tidak
mengganggu kesenanganku!.... Ah, dia benar Putri, awan itu telah sampai di
sini, lebih baik kita kembali ke kelas sekarang!”
“Aa, tunggu dulu, Ren!”
Ren memanfaatkan waktu ketika Putri melihat awan cumulonimbus
yang sudah ada di atas kepala mereka untuk melepaskan dirinya dari cengkraman
gadis itu, dia kemudian berlari secepat kilat ke dalam kelasnya. Dia berlari ke
sana karena dia ingin menghindari badai yang sebentar lagi datang dan juga dari
cengkraman Putri yang sepertinya berniat untuk melakukan hal yang sangat mengerikan
pada dirinya.
Bukan hanya Ren yang berlari ke dalam kelas untuk
menyelamatkan diri, tapi semua teman sekelasnya juga melakukan hal yang sama.
Mereka semua meninggalkan Pak Hari yang masih menjadi wasit di tengah lapangan.
Bahkan Flan (Yang sedari tadi sedang berhibernasi), Raya (Yang sedari tadi
melakukan pose aneh), Aliska (Yang sedari tadi juga melakukan hal yang sama
dengan Raya), Alian (Yang sedari tadi dikejar oleh The Sisters) dan juga The
Sister (Yang sedari tadi sedang mengejar Alian) juga melenyematkan diri mereka
dari badai.
“Hei, tunggu dulu kalian semua! Kenapa kalian masuk ke
dalam kelas kalian! Apakah kalian tidak ingin menikmati hari yang cerah ini
bersama denganku!?”
Duaaarrrr‼!
Tepat setelah Pak Hari mengatakan itu, sebuah petir yang
sangat besar menyambar tepat di belakang Pak Hari berada. Untung saja Pak Hari
berdiri beberapa meter dari lokasi tempat petir itu menyambar, kalau tidak,
pasti saat ini Pak Hari hanya akan tinggal nama saja.
“Ke-kenapa bisa ada petir di siang hari yang cerah
seperti ini!?”
Kita lupakan saja Pak Hari dengan ilusi hari cerahnya,
kita lebih baik melihat keadaan Ren dan yang lainnya di dalam kelas.
STATUS
OPERASI MEMBUAT HASIL PERTANDINGAN INI MENJADI SERI :
GAGAL
TOTAL!
Sebelumnya | ToC | Selanjutnya